Subscribe

RSS Feed (xml)

Your Comment


Visitors

Free Blog Counter

Powered By

Thanks to:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Supported By

Image Hosted by ImageShack.us

Community Of

Image Hosted by ImageShack.us

Wednesday, October 24, 2007

Legislasi Harus Kritis Terhadap Isu Gender

*Catatan dari Workshop Nasional Gender

Laporan: Anita Anggriany

PERNAHKAH semua perempuan di Sulsel mengamati bagaimana undang-undang yang berlaku di negara kita? Apakah prosesnya telah melibatkan perempuan yang notabene jumlahnya lebih besar dibandingkan kaum pria di negara ini? Kenyataannya legislasi itu masih banyak yang tidak sensitif gender. Tak heran, berbagai agenda yang terkait dengan isu-isu strategis perempuan seringkali terabaikan. Hal inilah yang terungkap dalam Workshop Nasional Gender 2007 "Perempuan Sebagai Warganegara: Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik" pekan lalu, di Makassar.

Andi Yuliani Paris, anggota DPR RI dari Fraksi PAN membeberkan kenyataan ini di hadapan 30 peserta perempuan yang terdiri dari anggota DPRD dan LSM perempuan dari berbagai perwakilan provinsi seperti Sultra, Kaltim, Medan, Gorontalo, Jawa Barat dan Depok. Selain itu unsur dari PKK Makassar dan sekitarnya juga turut hadir.

Menurut Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia ini, isu strategis yang sering dialami perempuan dan terabaikan ini di antaranya, hidup & perlindungan perempuan, keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambil keputusan, serta penghapusan tindak kekerasan yang saat ini kian marak.

Yuli mencontohkan UU No. 12/2003 tentang pemilu terkait dengan keterwakilan perempuan 30 persen. Kenyataannya dalam pelaksanaan ini tidak terealiasasi karena banyak parpol yang menempatkan perempuan di "nomor buntut" sehingga secara jumlah, tidak meningkatkan persentase perwakilan perempuan di parlemen.

"Jadi bisa dikatakan UU pemilu/2003 hanya memberikan kesempatan perempuan menjadi bakal calon," tandas Wakil Ketua Pansus RUU Penyelenggara Pemilu ini.

Untung saja, dari beberapa UU ada pula yang memberi dampak positif. Yuli menyebutkan di antaranya, RUU pemekaran (pembentukan daerah baru), yang diharapkan akan berimplikasi bagi peningkatan kualitas hidup kaum perempuan.

Anggota Pansus RUU RPJPN ini berharap perempuan segera perempuan lewat LSM dan DPRD bisa menyikapi setiap RUU yang dibuat pemerintah maupun yang menjadi usul inisiatif parlemen.

"Perempuan harus mampu mengkritisi berbagai produk perundang-undangan yang akan dan masih dalam proses atau yang telah menjadi undang-undang. Jangan sampai kecolongan, Undang-Undangnya sudah dikeluarkan, kita baru teriak-teriak," tandas legislator asal Sulsel itu.

Meskipun demikian, dia mengingatkan selain mengkritisi perempuan juga mesti tahu aturan main di lembaga legislatif, mulai dari perumusan, perancangan hingga menjadi sebuah perundang-undangan, tegasnya. Bagaimanapun berbagai produk legislasi, khususnya terkait dengan kepentingan perempuan, akan berpengaruh terhadap kehidupan kaum perempuan.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=35924

No comments: