Subscribe

RSS Feed (xml)

Your Comment


Visitors

Free Blog Counter

Powered By

Thanks to:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Supported By

Image Hosted by ImageShack.us

Community Of

Image Hosted by ImageShack.us

Wednesday, October 24, 2007

Fenomena Anggota DPRD Penuhi Janji Konstituen (2)

Studi Banding Pilihan 'Seksi' untuk Jalan-jalan

Laporan: Anita Anggriany

SETELAH tujuh bulan, wajah asli wakil rakyat yang menjadi anggota DPRD Sulsel kini semakin jelas.Waktu pula akhirnya membuktikan apakah mereka mampu mengemban amanah rakyat yang diwakilinya atau tidak. Bagaimana amanah itu dilaksanakan?

Dua bulan terakhir ini anggota DPRD Sulsel sangat disibuki oleh kegiatan pembahasan rancangan peraturan daerah. Mulai dari aturan tentang Lingkungan Hidup, Sempadan Jalan sampai dengan persoalan bagaimana sebaiknya cara pemerintah Provinsi Sulsel melepas 106 kendaraan dinas roda dua dan empat untuk didum oleh pejabat pemerintah atau anggota dewan sendiri. Untuk membahas berbagai masalah itu, maka anggota DPRD Sulsel membentuk panitia khusus yang khas disapa Pansus.

Yang menarik, studi banding menjadi 'barang seksi' dalam setiap pembahasan ranperda yang dibahas pansus. Tak pelak, studi banding, selalu menjadi agenda penting, yang diletakkan di tengah pembahasan pansus sebelum diketok palu.

Coba tengok, pada awal tahun 2005, tepatnya pada bulan Januari, masalah perda Kedudukan Keuangan dan Protokoler yang diketuai oleh Azikin Saleh Toputiri ini sudah membawa anggotanya melakukan studi banding ke Surabaya dan Jakarta.

Satu-satunya anggota pansus yang menolak untuk melakukan perjalanan 'studi' saat itu adalah Andi Mariattang dari Fraksi PPP. Dia menganggap untuk pembahasan itu seharusnya anggota tidak perlu melakukan perjalanan belajar membandingkan apa yang seharusnya dilakukan di Sulawesi Selatan.

Tak berapa lama, Pansus Lingkungan yang diketuai Arfandy Idris pun tak mau ketinggalan. Mereka membawa empat tim anggota ke empat provinsi di Indonesia. Tim I dipimpin oleh Arfandy Idris dari Golkar dengan tujuan Jawa Timur, Tim II dipimpin oleh Qayyim Munarka dari PKS dengan tujuan Bali, Tim III dipimpin oleh Buhary Qahhar Mudzakkar dari PAN dengan tujuan Kalimantan Timur dan Tim IV dengan tujuan Riau dipimpin oleh Marzuki Wadeng dari Golkar.

Untuk perjalanan mereka ini diestimasikan menyedot biaya Rp199 juta, termasuk di dalamnya ongkos transpor dan uang saku. Maka berangkatlah anggota Pansus Lingkungan, minus Moh Roem, Ibrahim Masdar, La Kama Wiyaka, dan Andi Potji. Dua orang di antaranya yaitu La Kama dan Ibrahim semula berniat berangkat, namun terhalang karena berbagai kegiatan. Kecuali Moh Roem dan Andi Potji, yang benar-benar tidak menerima SPJ, karena tidak berniat berangkat.

Setelah pansus Lingkungan, Pansus Pemutihan Kendaraan Dinas untuk didum pun giliran 'jalan-jalan' lewat studi banding. Sebanyak 30 anggota pansus ramai-ramai pergi konsultasi dengan mendagri dan melihat-lihat harga mobil dan kendaraan di Jakarta dan akan dibandingkan dengan yang ada di Sulsel. Untuk kegiatan ini mereka diestimasikan menghabiskan dana sebanyak RpRp109,480 juta.

Meskipun demikian, ada juga anggota Pansus yang menolak pergi. Devi Santy Erawaty wakil rakyat dari PKS ini menilai studi banding ini terlalu dipaksakan. "Masa untuk hal yang selalu dilakukan setiap tahun masih juga distudibandingkan," tandasnya.

Selain Devi, Munawwar Djabbar, dari PKS juga tidak berangkat karena Fraksi melarang anggota pansus berangkat, kecuali pimpinannya.

Selain itu, anggota yang tidak berangkat masing-masing, Moh Roem dari Golkar, HM Ramli Haba dari PAN, Roem Latunrung dari PDK, Dodi Amiruddin dari PAN, dan Hj Tja Tjambolang dari Golkar pergi ke Afrika Selatan.

Sebulan kemudian, tepatnya bulan April ini, Pansus Sempadan Jalan yang semula diharapkan tidak akan melakukan perjalanan studi banding akhirnya tak tahan pula. Tiga tim akhirnya berangkat ke Padang, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bandung dan Jakarta. Senin, 11 April 2005, tim terakhir yang diketuai oleh H Abd Madjid Thahir ini berangkat ke Jakarta.

Yang dipastikan tidak berangkat ke studi banding pada pansus Sempadan Jalan ini adalah, A Mariattang, dan Ichsan Yasin Limpo.

Jangan lupa, 75 anggota dewan ini tidak hanya menjadi anggota satu pansus. Rata-rata mereka terlibat di dua pansus yang dibentuk DPRD Sulsel itu. Artinya, minimal mereka keluar studi banding sebanyak dua kali di dua tempat.

Tidak hanya itu, sebenarnya sedari awal ketika mereka terpilih sudah ada beberapa kegiatan yang mengantar mereka 'berjalan-jalan' bahkan hingga ke luar negeri. Data Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi, pada 4-5 Oktober, sebulan setelah dilantik, dewan sudah melakukan perjalanan ke Jakarta untuk konsultasi tata tertib DPRD Sulsel. Untuk kegiatan ini, dewan mengeluarkan dana sebesar Rp25, 9 juta.

Selanjutnya, pada November anggota dewan mengikuti pembekalan yang digelar oleh Dendagri di Jakarta. Lagi-lagi anggaran keluar sebanyak Rp352,5 juta. Pada Desember 2004, anggota Komisi E, HAM Adil Patu berangkat ke Malaysia bersama dinas tenaga kerja dengan alasan melihat TKI Sulsel.

Tidak berhenti disitu, Ketua Komisi E, Jalaluddin Rahman dan H Harifuddin Cawidu, melengkapi jumlah 'jalan-jalan' anggota dewan ini ke Yordania dengan dalih untuk studi banding bersama KPPSI (Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam). Bahkan, tahun ini pun pemrov Sulsel, tentu dengan persetujuan DPRD Sulsel, sudah menganggarkan perjalanan studi banding ke Turki.

Uniknya, KPPSI sendiri menolak studi banding tersebut. Bahkan, ketua KPPSI, Azis Qahhar Mudzakkar saat Kongres Umat Islam di Bulukumba, dengan tegas menyatakan tidak perlu studi banding, karena itu langkah pemborosan.

Lagipula masyarakat mempertanyakan apa hasil yang didapat dari hasil studi banding itu. "Ini mengkhawatirkan. Sebab sudah lima kali tokoh-tokoh yang mengaku mewakili KPPSI itu berangkat studi banding, tetapi hingga kini belum ada satupun peraturan atau kebijakan yang lahir. Ini harus dijawab oleh para wakil rakyat yang ikut kegiatan itu," tandas Syamsuddin Alimsyah, Koordinator Kopel Sulawesi.

Parahnya, lagi kata Syamsuddin, anggota DPRD Sulsel selalu mengeluh tidak cukup uang untuk anggaran pembangunan bagi rakyat. "Anehnya, kalau studi banding mereka kok selalu punya uang. Kalau untuk pembangunan masyarakat, selalu anggaran disebut sedikit,"tandas Syam.

Syam sendiri melihat perjalanan studi banding Pansus Kedudukan Keuangan dan protokoler DPRD Sulsel, menggunakan pos anggaran dari mana. "Saat itu kan masih transisi, dari anggaran 2004 ke 2005. Dari mana mereka mengambil uang,"tandasnya.

Sayangnya, sangat sulit untuk mengakses data tentang pos anggaran untuk studi banding pansus Keuangan tersebut. "Sulit sekali, mereka sangat tertutup untuk masalah ini,"tandas Syam. Tetapi Syam mengingatkan, anggota dewan periode 2004-2009 ini harus semakin hati-hati. Menurutnya, masyarakat terutama mereka yang wajib pilih bukan lagi orang bodoh. Mereka tentu tahu wakil rakyat mereka ini bisa mengemban amanah atau tidak.

Pengalaman adalah guru terbaik. Tentu saja bagi sebagian anggota DPRD Sulsel yang terpaksa ikut menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi di DPRD Sulsel periode 1999-2004, kalimat bijak di atas tentu saja memiliki makna yang sangat berarti dalam perjalanan kehidupan mereka.

Setidaknya, pengalaman menjalani pemeriksaan dan debar-debar jantung karena kekhawatiran dan kesedihan atas kasus yang membuat mereka belajar bersikap menghadapi hidup ini. Semoga saja, ini akan menjadi pelajaran bagi semua yang mengaku wakil rakyat.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=4648

No comments: