Subscribe

RSS Feed (xml)

Your Comment


Visitors

Free Blog Counter

Powered By

Thanks to:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Supported By

Image Hosted by ImageShack.us

Community Of

Image Hosted by ImageShack.us

Sunday, October 28, 2007

Analisis Sidney Jones Dikecam

*Sebut Poso akan Dijadikan Negara Islam

JAKARTA--Pengamat masalah konflik, Sidney Jones memprediksi kawasan Poso sebagai tempat yang ideal untuk mengembangkan pemikiran jihad. Menurut peneliti International Crisis Group (ICG) itu, kawasan Poso layak menjadi qoidah aminah. Yakni, tempat untuk menjalankan prinsip-prinsip syariat Islam secara aman. "They believe that parts of Maluku and Poso, but particularly Poso, have the potential to develop into a qoidah aminah, a secure area where residents can live by Islamic principles and apply Islamic law," tulis Sidney.

Dalam laporan yang telah dirilis di website-nya; www.crisisgroup.org, Poso terus-menerus memanas karena beberapa hal. Menurut Sidney, anggota dari organisasi-organisasi mujahidin besar di Indonesia --yaitu Jemaah Islamiyah (JI), pecahan maupun cabang dari Darul Islam (DI), KOMPAK dan lainnya -- melihat Maluku dan Poso sebagai daerah ancaman bagi komunitas muslim.

Masih menurut Sidney, Poso dapat dijadikan basis untuk kemudian dapat dijadikan daerah ujicoba untuk pembentukan sebuah negara Islam. Karena itu, maka Maluku dan Poso terus menjadi fokus bagi upaya dakwah dan perekrutan anggota baru organisasi-organisasi itu.

Penelitian Sidney mengatakan, sebagian dari mujahidin yang pernah bertempur di daerah konflik, baik dari daerah setempat maupun luar, sulit untuk kembali ke kehidupan ‘sipil’ yang biasa-biasa saja. Selain itu, adanya konsentrasi para bekas mujahidin di kedua daerah konflik tersebut menarik bagi buronan polisi yang di masa lalu sudah menemukan network yang siap membantu mereka.

Tak ayal, rilis berjudul Weakening Indonesia's Mujahidin Networks: Lessons from Maluku and Poso (Melemahkan Jaringan Kelompok Mujahidin di Indonesia: Pelajaran dari Maluku dan Poso) itu menjadi perbincangan hangat di kalangan aktivis Islam dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.

Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menilai analisis Sidney Jones terlalu mengada-ada. "Apa buktinya, itu hanya kepentingan dia saja agar mendapatkan dana besar," ujarnya dengan mimik muka marah.

Menurut Yusanto yang getol mengkampanyekan formalisasi syariat Islam itu, rilis ICG justru menimbulkan ketegangan baru. "Kami menolak keras analisa itu," ujarnya.

Bagi HTI, yang terpenting sekarang adalah keseriusan polisi menangkap pelaku kerusuhan. Tentu saja, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup. "Kepemimpinan Sutanto benar-benar diuji," katanya.

Komentar tak kalah pedas disampaikan wakil ketua Komisi III DPR, Al Muzammil Yusuf. "Wajar jika Sidney Jones kita tolak di Indonesia. Dia selalu membikin ulah," katanya.

Meski begitu, rilis ICG tidak bisa begitu saja diabaikan. "Kalau tidak ada rilis itu, aktivis Islam tidak segera sadar untuk bersatu," katanya.

Dari Poso dilaporkan, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, hari ini (Jumat, 3 November) akan melakukan peletakan batu pertama untukrehabilitasi dan pembangunan kembali ribuan rumah eks pengungsi yang rusak saat kerusuhan sejak 1998 di Kabupaten Poso dan Tojo Unauna, Sulawesi Tengah.

Bersama Jenderal Djoko Sutanto, Bachtiar yang didampingi Gubernur Sulteng, HB Paliudju akan melakukan peletakan batu pertama.
Pembangunan dan rehabilitasi rumah itu akan dilaksanakan Detasemen Zeni Tempur (Zipur) Kodam VII Wirabuana yang sudah datang beberapa hari lalu di Poso.

Mensos mengatakan, Depsos memilih bekerja sama dengan TNI untuk program ini karena berbagai pertimbangan. Salah satunya, kata dia, ada beberapa pembangunan di daerah Indonesia yang tidak dapat dilakukan oleh pihak lain selain TNI.

Sementara HB Paliudju menilai, pembangunan dan rehabilitasi itu seharusnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Namun, berbagai kendala yang dihadapi sehingga pembangunan untuk para eks pengungsi itu mengalami hambatan.

"Harapan kami, pembangunan ini segera selesai," harap Paliudju, kemarin.

Sumber: nit/jpnn [ http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=29311
]


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Kenangan Fajar Bersama Tito Otman

Raja yang Berbaur dengan Rakyatnya

Laporan: Anita Anggriany

TAHUN 2000, tepatnya bulan Juli lima tahun yang lampau, Kecamatan Tentena, Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah, seorang perwira muda berpangkat Letnan Satu, datang memimpin satu batalyon tentara dari Makassar. Namanya Tito Otman.

BANYAK yang tak tahu kalau perwira muda itu adalah menantu Gubernur Sulsel, HZB Palaguna. Suami dari putri sulung, HZB Palaguna, Siska Marabintang. Hal ini disebabkan karena Tito lebih banyak berjalan dan turun ke lapangan bersama pasukannya.

"Berani tidak lihat gambar ini." begitulah kira-kira tawaran Tito kepada Fajar, dan seorang rekan dari Kompas, Reni Sriayu Taslim, saat kami berdua dalam tugas liputan di Tentena, lima tahun yang silam.

Saat itu malam turun dan Tentena berlaku jam malam. Suasana sangat mencekam, karena peristiwa pembantaian Pesantren Walisongo, di Desa Lage, masih memanas yang suhunya merayap hingga ke Kecamatan Tentena, kecamatan di pinggiran Danau Poso itu. Gambar-gambar seram, pembantaian manusia tergambar di depan mata. Dia lalu menjelaskan semua lokasi di mana gambar itu diambilnya.

"Itu gambar saya yang ambil," ujarnya.

Saat memperlihatkan hasil kerjanya itu, tak tampak keletihan di wajah Tito. Dia terus bercerita apa yang dilihatnya di lapangan dan apa yang terjadi.

Sikapnya yang cepat akrab membuat Tito tak sulit untuk masuk berbaur ke dalam masyarakat Tentena yang ketika itu sangat cemas dan dihinggapi persangkaan terhadap orang. Dia bahkan diterima sangat baik oleh Almarhum Pdt Christina yang menjadi juru bicara warga Tentena, saat itu.

Christina mengakui "pentingnya" kehadiran Tito yang disapanya dengan sebutan "Nak". Pernyataan itu disampaikan langsung di depan dua gubernur Sulsel HZB Palaguna dan Binjela Paliudju, Gubernur Sulteng. Christina mengatakan Tito memberi rasa tenang dan semangat untuk menjaga persaudaraan lewat perilaku dan sikapnya.

Raja Deli Serdang
Tahun 2002, Tito berpangkat Mayor Inf dan menjabat Kepala Staf Kodim 1408 BS Makassar. Tepat 17 Agustus, Tito mengikuti upacara kebesaran 17 Agustus yang menjadi tugas terakhir bagi HZB Palaguna menjabat gubernur. Tito Otman, hadir memenuhi undangan perhelatan yang diadakan di lapangan rumah jabatan gubernur. Namun dia datang dengan busana lain, yaitu berpakaian raja Deli Serdang, dengan beskap dan kopiah serta tongkat kerajaan. Dia hadir bersama sejumlah "raja-raja" dari beberapa daerah yang khusus diundang hadir mengikuti acara tersebut.

Kepada Fajar, Tito yang didampingi adik kandungnya dan para kerabat dan hulubalang kerajaan Deli Serdang, bertutur bahwa dia baru saja dilantik sebagai seorang raja di Deli Serdang. Namun kesibukannya, sebagai kepala staf tak bisa membuatnya selalu hadir di kerajaan.

Namun ayah dari seorang putra bernama Aji ini mengatakan menyerahkan tugas kerajaan sehari-hari kepada pamannya.

Tahun 2004
Hari kedua, Idul Fitri di bulan November, Tito ditemui tengah menemani ayah mertuanya, HZB Palaguna berlebaran di Puca dan bertemu dengan Fajar dan sejumlah rekan wartawan yang akan bersilahturahmi.

Kabar yang selalu terdengar bahwa mertua dan menantu ini dikenal sangat akrab di kalangan keluarga ternyata terbukti. Tito pun mengakui bahwa dia dan mertuanya, jenderal yang tak pernah tua itu memang seringkali berdialog. Tito mengatakan, dia baru saja menemani mertuanya berjalan-jalan mengelilingi kebun di kawasan Puca, saat Fajar datang.

Kabar Tito telah berpulang -- dalam sebuah kecelakaan pesawat -- sungguh seperti petir. Sang raja, sang perwira, pergi di tengah kehangatan orang-orang yang menyayanginya.

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=8732


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Saturday, October 27, 2007

Situasi Palu Jelang Eksekusi Mati Tibo Cs

Jalur Lapas Ditutup, Satu Kompi Brimob Dikarantina

Laporan: Anita Anggriany

PELAKSANAAN eksekusi terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Tibo Cs semakin dekat. Meski tempatnya masih dirahasiakan, tapi aparat gabungan yang dilibatkan mengamankan Kota Palu dan sekitarnya, semakin ekstra ketat.

HARI INI, Kamis, 20 September, jalur utama yang melintas di depan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palu akan ditutup untuk umum. Pengguna jalan disarankan memilih jalur alternatif.

Keputusan itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyusupan dan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang berakibat batalnya pelaksanaan eksekusi. Kapolresta Palu, AKBP Drs Atrial saat dikonfirmasi, membenarkan rencana penutupan jalan utama yang menghubungkan Lapas Kelas II A Palu tersebut.

Pasalnya, kata dia, di Jl.Dewi Sartika itu akan dijadikan tempat konsentrasi aparat untuk melakukan pengamanan. Aparat gabungan yang sebelumnya ngepos di pekarangan Lapas, sejak kemarin, bahkan digeser keluar Lapas Kelas II A Palu.

Hanya aparat khusus bertugas di areal Lapas hingga ring satu,-- sekitar sel tiga terpidana mati ditahan. Jumlah personel yang menjaga kawasan Lapas mencapai tiga peleton atau satuan setingkat kompi (SSK). Jumlah tersebut disebar di wilayah sekitar Lapas.

Aparat keamanan terlihat bersiaga hampir di semua persimpangan jalan di wilayah Birobuli Selatan, termasuk pasar Petobo. Sementara warga yang tinggal di Kompleks Lapas diberikan kartu khusus yang dikeluarkan langsung oleh Kalapas Kelas II A Palu, Jhoni Priyatno. Warga yang tidak memiliki kartu khusus tidak diizinkan masuk ke areal Lapas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh kemarin, satu-satunya orang yang diberi kebebasan menemui Tibo Cs adalah Pastor Jemy Tumbelaka. Kehadiran rohaniawan itu untuk memberikan siraman rohani kepada Tibo Cs agar tabah menghadapi cobaan.

Ketiganya juga mendapat dorongan moril dari petugas Lapas agar tabah dan rajin berdoa. Namun, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari dalam Lapas, dari ketiga terpidana mati itu, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu yang paling stres.
Mereka berdua tidak bisa melihat seragam polisi dan kejaksaan. Keduanya tampak trauma dan tidak segan langsung mengusirnya. Pengawasan ketat di sekitar Lapas sebenarnya mengacu pada hasil pertemuan tertutup aparat gabungan di Polresta Palu, Senin malam lalu.

Salah satu pembahasan adalah menyangkut pengamanan ketat di sekitar Lapas, termasuk penutupan jalur dan pemberian tanda khusus kepada warga yang tinggal di sekitar Lapas. Petugas Lapas sendiri sejak Senin, 18 September lalu, langsung melakukan siaga satu. Semua petugas Lapas diharuskan menggunakan pakaian dinas lapangan (PDL).

Menariknya, untuk mengantisipasi hal terburuk di wilayah hukum Polda Sulteng, satu kompi pasukan elite Polri disiagakan di Mapolda Sulteng. Pasukan pemukul Polri untuk sementara ditampung atau dikarantina di gedung Torabelo Mapolda Sulteng. Mereka akan diterjunkan bila terjadi gangguan Kamtibmas yang berekskalasi tinggi.

Wakasat Brimoda Sulteng, AKP Marten Wolor mengatakan, satuan setingkat kompi Brimob disiagakan di Polda Sulteng. Jumlahnya, seratus lebih. Jumlah tersebut belum termasuk personel eksekutor Tibo Cs.

Marten menjelaskan, personel Brimob itu memang disiagakan di Polda Sulteng terkait operasi Kontijensi yang digelar sejak Selasa, 19 September lalu. Operasi itu akan berlangsung sebulan dan tergantung situasi dan kondisi Sulteng menjelang pelaksanaan eksekusi dan pascaeksekusi.

Di tempat terpisah, Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP M Kilat mengatakan, untuk mengantisipasi aksi terror dan pelaku kejahatan, sejumlah fasilitas umum telah dijaga aparat. Di antara fasilitas umum itu, antara lain; bandara, pelabuhan, pertokoan, mal, dan pusat keramaian lainnya.

Yang lebih khusus lagi, kata mantan Kapolres Touna itu, pengamanan di sekitar Lapas. Pasalnya, kata dia, lokasi sekitar Lapas, jelas akan menjadi perhatian masyarakat menjelang pelaksanaan eksekusi Tibo Cs.

Sumber: lib/jpnn [ http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=27782 ]


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Tokoh Toleran Poso Tewas Ditembak

*Kapolri: Masih Pemain Lama

PALU--Penembak misterius kembali beraksi di Kota Palu, Senin, 16 Oktober, kemarin. Kejadian yang kembali mengundang kecaman itu terjadi sekitar pukul 08.15 Wita. Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi sasaran tembak adalah salah satu tokoh di Poso yakni pendeta Irianto Kongkoli, 42. Korban juga tercatat sebagai Sekretaris Umum (Sekum) Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST).

Pelaku menembak korban dari jarak dekat, hanya sekitar dua meter. Tak pelak, timah panas itu langsung mengenai kepala bagian belakang dekat telinga kiri.

Korban sebenarnya sempat dilarikan ke RS Bala Keselamatan Palu. Sayang, jiwanya tak bisa diselamatkan. Pasalnya, proyektil bersarang di kepala korban yang mengakibatkan pendarahan serius.

Ironisnya, kasus yang terjadi di Jl. Wolter Monginsidi, tepatnya di Toko Bangunan Sinar Sakti itu, disaksikan istri korban, Aiptu Rita Arianti. Kejadian itu, juga disaksikan anak perempuan korban bernama Galatea Folika Kristata (5) serta seorang sopir bernama Edje.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di Tempat Kejadian Perkara (TKP), pagi itu, korban bersama istri dan anak perempuannya pergi mencari tegel di toko bangunan. Mereka menggunakan mobil Kijang Kapsul DN 118 E.

Sebenarnya, sudah tiga toko yang didatangi korban tapi tidak ada tegel yang cocok. Terakhir, korban singgah di Toko Sinar Sakti yang beralamat di Jl. Wolter Monginsidi dan melihat tegel yang dipajang di halaman Toko.

Nah, saat melihat-lihat tegel yang dicari, dua orang pengendara sepeda motor Honda Supra Fit langsung mendekati korban. Selanjutnya, salah satu di antara dua pengendara motor itu menembak korban dari atas kendaraan.

Istri korban dan sopir yang berada di atas mobil, pun terkejut ketika mendengar bunyi letusan senjata. Tanpa menghiraukan lagi pelakunya, Rita yang juga tercatat sebagai anggota Polwan Polsek Palu Timur itu, langsung turun dari mobil dan menolong korban yang sudah terkapar.

Sayangnya, memang, saksi hanya melihat ciri-ciri pelaku yang mengendari sepeda motor dengan menggunakan helm standar dan muka bercadar. Karena, pada saat bersamaan, saksi yang juga istri korban itu terlebih dulu berusaha agar segera membawa korban ke rumah sakit dengan harapan bisa diselamatkan.

"Ada enam orang saksi yang sudah kita periksa. Senjata yang digunakan pelaku jenis pistol. Untuk kalibernya, belum diketahui dan menunggu hasil pemeriksaan laboratorium," jelas Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Badrodin Haiti saat dikonfirmasi usai melakukan gelar pasukan di lapangan Vatulemo, Walikota Palu, kemarin.

Namun demikian, polisi baru mengindentifikasi pelakunya berjumlah dua orang dan mengendarai sepeda motor bebek jenis Honda Supra Fit.

Usai beraksi, pelaku yang menggunakan cadar langsung kabur ke arah selatan dan belok ke Jalan Tanjung Karang, Palu Selatan. "Dari modus operandi, pelakunya ada kaitan dengan penembakan Pdt Susianti Tinulele dan perampokan Toko Emas Sinar Mulia. Untuk pendalaman kasusnya, aparat akan memeriksa tersangka yang sudah ditahan di Mabes Polri," jelas Badrodin yang baru naik pangkat itu.

Aksi Teror Pemerintah mengutuk keras pelaku penembakan pendeta Irianto Kongkoli. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Widodo AS mengakui, peristiwa itu bukan kriminal biasa dan merupakan aksi teror. "Kejadian ini lebih diwarnai reaksi dan respons terhadap eksekusi Fabianus Tibo dan kawan-kawan. Kami beri atensi dan langkah-langkah khusus," ujarnya seusai rapat tertutup di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, kemarin.

Menurut Widodo, penembakan itu diduga sudah direncanakan sebelumnya. Tujuannya untuk menciptakan kesan aparat tidak profesional dan memunculkan ketidakpercayaan pada pemerintah.

Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengaku sudah mengantongi identitas pelaku. "Kalau anatominya, kita sudah tahu. Tinggal kita cari," katanya.

Siapa? "Masih kelompok lama," katanya. Saat ini polisi masih fokus melakukan olah TKP di lokasi penembakan. Alumni Akpol 1973 itu meminta elemen masyarakat ikut memberi informasi terkait kasus itu. "Segera serahkan pada polisi, akan kami tindaklanjuti," katanya.

Tapi, mengapa polisi terus kecolongan? Sutanto hanya menjawab singkat, "Kami sudah berusaha terus."

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju mengatakan, aktor di balik penembakan itu diduga adalah kelompok Hasanuddin. "Indikasinya jelas mengarah ke sana. Itu adalah bagian dari teror-teror yang teroganisir," katanya.

Paliudju yang langsung terbang dari Palu ke Jakarta satu jam setelah penembakan itu mengaku kebobolan. "Operasi intelijen sudah digelar, bahkan kepala BIN baru saja berkunjung tapi masih saja terjadi," ujarnya dengan nada sedih.

Gubernur yang sangat dekat dengan pendeta Irianto Kongkoli itu mengaku sangat kehilangan. "Almarhum tokoh yang baik, dia dikenal sangat dekat dengan masyarakat dan toleran," katanya.

Paliudju juga mengakui jika Irianto ikut terlibat dalam aksi-aksi menentang eksekusi Tibo Cs.


Jangan Terpancing
Penembakan tokoh Poso Irianto Kongkoli, juga mengundang keprihatinan banyak pihak di Makassar. Salah satunya, Pengurus Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Sulawesi Selatan dan Barat yang turut angkat bicara menyikapi peristiwa itu.

"Kami sangat terkejut dan prihatin atas peristiwa penembakan itu," ungkap Ketua I Majelis Pekerja Harian (MPH PGI) Sulselbar, Pdt Ny F Sopamena kepada Fajar, malam tadi.

Penembakan itu, kata dia, menunjukkan ada pihak yang tidak menginginkan perdamaian terjadi di Poso. Untuk itu, ia mengimbau aparat keamanan untuk segera mengusut tuntas pelakunya. Juga, segera menyampaikan ke publik agar masyarakat dalam hal ini umat beragama tidak saling mencurigai.

"Kami minta umat Kristen, khususnya warga GKST meminta tolong kepada Tuhan agar diberi kesabaran dan tidak mengambil tindakan gegabah yang bisa merugikan kedamaian masyarakat Poso," imbuhnya.

Selanjutnya, kata dia, umat Kristen diminta bahu membahu dengan umat lain dari agama manapun untuk menciptakan perdamaian di Poso. Warga juga diminta agar tidak gampang terprovokasi oleh pihak-pihak yang memang mau mengadu domba, karena tidak ingin melihat warga Poso hidup tenteram dan hidup berdampingan secara damai.***

Sumber: nit/har [ http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=28819 ]


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Dirgahayu Sumpah Pemuda


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Thursday, October 25, 2007

Banyak TKI Tak Tahu Ada Amnesti

TKI dari Tawau Masih Sedikit

Laporan: Anita Anggriany [Perbatasan Indonesia-Malaysia]

TAWAU -- Hingga hari keempat, sejak 29 Oktober -4 November, amnesti atau pengampunan dari pemerintah Kerajaan Malaysia, baru 1.406 orang TKI yang telah mencatatkan kepulangannya ke Indonesia. Total jumlah mereka yang mengambil SPLP (surat perjalanan laksana paspor) hanya mencapai 262 SPLP. “ Mereka ini yang datang ke Konsul dan melapor,” ujar Chairul Soelaeman Natadisastra, Kepala Kantor Penghubung Konsul Jenderal Kota Kinibalu di Tawau kepada Fajar, Jumat, 5 November.

Selain TKI yang tak memiliki dokumen lengkap, konsul juga mencatat ada 145 orang Indonesia, terdiri dari 111 laki-laki dan 3 orang wanita yang dideportasi ke Indonesia. Jadi jumlah seluruh warga Indonesia, termasuk TKI bermasalah yang kembali ke Indonesia baru mencapai 1551 orang.

Jumlah ini, diakui Chairul masih sangat kurang dibandingkan dengan kenyataan bahwa ada puluhan ribu TKI asal Indonesia yang tersebar di Tawau, dan seluruh kota di Provinsi Sabah. “Memang masih banyak yang belum tercatat di kantor kami. Hanya saja kami agak sulit untuk mengontrol mereka kalau tidak melapor,” ujarnya.

Sebab, kata dia, tidak sedikit TKI yang tak memiliki dokumen resmi alias ilegal yang memiliki pulang ke Indonesia menggunakan lajur tak resmi, yaitu menggunakan perahu Jongkong yang tanpa pengawasan petugas dan jalan-jalan Tikus.

Ada berbagai alasan, sehingga TKI belum pulang ke Indonesia. Selain pembayaran gaji yang belum turun, juga isu tentang sulitnya kembali ke Malaysia setelah tiba di Indonesia, membuat TKI enggan menggunakan pengampunan yang diberikan pemerintah Malaysia.

Chairul yang baru bertugas tiga hari di Tawau itu mengatakan, ada juga kekhawatiran pihaknya bahwa informasi tentang adanya pengampunan dari pemerintah Malaysia tersebut tak sampai kepada para TKI yang tinggal di camp-camp perkebunan dan pengolahan kayu tempat mereka berkerja yang lokasinya terletak di pedalaman itu. “Meskipun sebenarnya kami sudah menyebarkan informasi itu jauh-jauh hari, tetapi bisa saja informasi itu tidak sampai kepada mereka,” ujar Chairul.

Kekhawatiran Chairul memang terbukti. Dari pedalaman perkebunan milik Perusahaan Sabah Softwood Shb, Sdn Bhd, di Klabakan, Tawau, sejumlah TKI yang ditemui Fajar, kemarin sore memang belum mendengar informasi tersebut. “Kami belum dapat kabar tentang itu,” ujar Hamzah, TKI tanpa dokumen dari Bulukumba, Sulsel kepada Fajar. Maklum saja, untuk masuk ke daerah perkebunan itu, membutuhkan waktu tiga jam lebih dengan jarak tempuh mencapai 200 km dari Kota Tawau.

Memang kata Chairul, kantornya sulit untuk mendapatkan data akurat berapa besar jumlah TKI yang keluar dari Tawau, Sabah, Malaysia Timur secara akurat. “Kami hanya bisa menghitung mereka yang memang datang dan melapor ke sini,” ujar Chairul. Itu sebabnya, kantornya telah bekerjasama dengan pihak imigrasi Indonesia untuk ikut serta mencatatkan setiap TKI yang keluar lewat Pelabuhan Tawau menuju Nunukan dan memberikan data tersebut kepada konsul. “Ada dua petugas imigrasi mendampingi setiap kapal dari Tawau yang keluar,” katanya.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=1170
Baca Berita Lengkapnya di Sini

Kisah TKI Ilegal Saat Kembali ke Kampung Halaman

Polis Ambil Satu Ratus Ringgit

Laporan: Anita Anggrainy [Perbatasan Indonesia-Malaysia]

NASIB TKI ilegal di Malaysia memang memprihatinkan. Seibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tidak sedikit yang hidupnya menderita. setelah itu mereka diuber-uber dan sebagian atau malah semua pendapatannya diambil oleh petugas.

"SIAPA yang uangnya diambil Polis?" "Saya, Pak. Saya, Pak!" Beberapa orang TKI mengacungkan jari menjawab pertanyaan M Hasan Basri, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Nunukan. Ada yang mengaku dihadang polis (polisi Kerajaan Malaysia, red) dan diambil uangnya 60 ringgit.

"Saya Pak, satu ratus ringgit uang saya diambil," ujar Dedy, TKI ilegal asal Jawa Barat. Yang dimaksud Deddy uangnya sebesar 100 Ringgit lenyap di tangan aparat Malaysia itu karena tak lengkap dokumen ketika akan pulang ke Indonesia melalui Tawau. 100 Ringgit sama dengan Rp230 ribu. Berdasarkan kurs mata uang, satu ringgit sama dengan Rp2400.

Dedy pun menjadi narasumber yang pelit kepada Fajar gara-gara uangnya dirampas polis Diraja Malaysia. "Lima ringgitlah kalau mau wawancara," katanya. Wajar saja, 5 ringgit atau setara Rp12 ribu, bagi Dedy sangat berarti. Sebab, saat itu
tak satu sen pun uang di kantonginya untuk pulang ke kampung di Jawa Barat. Deddy bukan satu-satunya yang naas. Ada ratusan TKI Ilegal yang menderita karena buruknya penanganan mereka meskipun akan pulang karena mengikuti amnesti (pengampunan) sejak tanggal 29 September hingga 14 November nanti.

Sebanyak 43 TKI asal perkebunan Sawit di Sandakan, punya cerita penderitaan yang berbeda. Mulai dari harus berjalan kaki selama tiga hari untuk tiba di Tawau dan menuju Nunukan, hingga pulang tak berbekal uang se-sen pun di kantong. M Ma'rifat, TKI asal Masamba, Kota Palopo Sulsel, bertutur tentang gajinya yang tak diterima selama sembilan bulan sejak dia bekerja di perkebunan sawit sejak 11 bulan.

"Saya tidak di gaji selama sembilan bulan karena harus membayar uang masuk saya dari kontrak," tutur Ma' rifat. Dia harus membayar 200 ringgit kepada kontrak (orang atau agen) yang membawa Ma' rifat ke perkebunan sawit itu. Semula dia dijanji akan mendapat upah sebesar 12 ringgit per hari. "Tapi, saya tak pernah melihat upah saya itu," ujarnya kepada Fajar.

Kesalahan Ma'rifat, dia datang dengan paspor lawatan, bukan dokumen resmi sebagai TKI legal dari PJTKI. Akibatnya Ma'rifat pun menderita. Sejumlah temannya mengalami hal yang sama. Paspor lawatan yang mereka gunakan dirampas oleh majikan dan tak pernah kembali. Kenyataan sedih ini dialami oleh Kasman. Karena tak paham dengan bahasa Inggris yang tertera di paspor, dia dibohongi majikan dan paspornya pun melayang. "Paspor saya ditahan. Saya tak paham bahasa Inggris di paspor
itu,"keluhnya.

Ternyata, paspor TKI ilegal ini kemudian hari digunakan oleh para majikannya bila ada lagi TKI ilegal lainnya yang masuk dan membutuhkan paspor. "Jadi, fotonya saja yang dicopot sedangkan namanya tetap mengikuti paspor yang dirampas itu," ujar
Soedirman, Deputi Menko Kesra RI yang ikut melepas 43 TKI yang dikembalikan ke kampung halamannya, Kamis, 4 November. Itu sebabnya, dalam salah satu MoU-nya pemerintah Indonesia meminta pemerintah Kerajaan Malaysia untuk mengembalikan semua paspor warga Indonesia yang dinyatakan hilang di Malaysia.

"Kami minta pemerintah Malaysia untuk mengembalikan paspor yang hilang ke KBRI agar tidak disalahgunakan," tandas Soedirman.

Menurut Soedirman, diperkirakan ada 160-180 ribu TKI yang akan menggunakan amnesti dari pemerintah Kerajaan Malaysia untuk mereka kembali ke Indonesia. Dari jumlah tersebut memang tidak semuanya ilegal. Namun, jelas tak sedikit yang bermasalah.
Soedirman sendiri berharap para TKI ini diterima dan diperlakukan dengan manusiawi ketika akan tiba di Nunukan. "Kalau memungkinkan mereka kembali ke Malaysia, mari kita bantu," ujarnya. Diakui Soedirman, selama ini Indonesia masih kesulitan untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia sendiri. Tentu saja, kata dia, tak mungkin bagi pemerintah Indonesia untuk menahan warganya yang ingin bekerja di Malaysia.

Martinus Yenes, Ketua Komisi V DPRD Kaltim, mengatakan sesungguhnya Malaysia pun membutuhkan TKI ini untuk mengelola perkebunan mereka. "Bayangkan saja kalau kita menahan TKI untuk kembali, Malaysia bisa kolaps, karena tak ada yang menggarap perkebunan mereka, " tandasnya dalam pertemuan dengan satuan tugas TKI Kabupaten Nunukan. Namun, kata dia, cara ini tentu akan merusak hubungan bilateral kedua negara, Indonesia dan Malaysia.

Pemerintah Kaltim sendiri bukan tak menyadari kondisi ini. Di Kabupaten Nunukan, pemerintahnya membuat program untuk membuka Kebun Sejuta Hektar. Menurut Wakil Bupati Nunukan, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan untuk membuka lahan
perkebunan sebesar 150 ribu hektar untuk bisa menampung tenaga kerja kita di daerah sendiri. Namun, saat ini pemerintah baru membuka 40 hektar. "Kami membuka lahan ini dengan tujuan agar bisa menyerap TKI, daripada mereka terlantar di negeri sendiri."

Pendapat senada pun dilontarkan oleh Sabar Sinaga, Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim. Menurut Sinaga, sebenarnya pemerintah bisa menangani masalah TKI ini bila mau bekerja dengan ikhlas. "Tidak cukup dengan komitmen,
tetapi harus ada realisasi, " kata Sinaga kepada Fajar di Bandara Juata, Tarakan sesaat sebelum bertolak ke Nunukan, Kamis, 5 November.

Menurut Sinaga, lebih banyak TKI kita yang menderita di negeri orang. Mulai dari pemerasan yang dilakukan oleh agen hingga aparat polisi di Malaysia. Namun imbalan gaji hingga 600 ringgit, bila tak bermasalah, tak bisa dipungkiri membuat TKI berebutan mencari nafkah.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=1137


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Masyarakat Madani dan Sukarelawan di Amerika

Jimmy Carter Jadi Kuli Bangunan

Laporan Anita Anggriany [Tucson, USA]

ADA banyak cara orang untuk melakukan kebaikan kepada sesama manusia. Tidak hanya dengan memberikan uang atau dana. Tetapi di Amerika orang pun bisa menyumbangkan tenaga secara langsung untuk memberi kontribusi bagi kemanusiaan.


JIMMY Carter, mantan Presiden Amerika Serikat yang sangat terkenal itu pun punya cara sendiri untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Satu minggu dalam setahun, Jimmy Carter menyediakan waktunya untuk menjadi voluntir atau tenaga relawan menjadi kuli bangunan.

Bersama sebuah LSM Nirlaba Habitat for Humanity di Tucson, Arizona, Amerika Serikat, Jimmy Carter ikut membantu secara langsung membangun rumah-rumah bagi masyarakat setempat yang berpenghasilan rendah, serta penduduk asli Amerika, Indian, serta para imigran dari Meksiko yang tidak memiliki tempat tinggal.

Bersama dengan para napi perempuan dan laki-laki yang diberdayakan, mantan orang nomor satu di negara adikuasa itu, ikut menjadi tukang kayu, memaku, mengangkat balok dan membangun rumah.

Bukan hanya Jimmy, ada pula artis dan masyarakat biasa yang menyumbangkan waktunya untuk ikut berpartisipasi bagi kemanusiaan.

Keterlibatan Jimmy ini diceritakan oleh Direktur Eksekutif Habitat for Humanity, Tucson, Michael McDonald saat kunjungan ke Tucson.

Habitat for Humanity adalah sebuah LSM yang bergerak untuk membangun perumahan murah bagi orang-orang berpenghasilan rendah di Tucson bahkan hingga negara bagian lain.

Bila di pasaran Amerika standar harga rumah berkisar antara USD120-130 ribu, maka mereka menjual rumah dengan kisaran USD90-95 ribu per unit rumah dengan cara mencicil kepada masyarakat berpenghasilan rendah itu untuk mendapat tempat tinggal yang layak.

Rumah yang mereka buat tentu harus sesuai standar dan aturan pemerintah yang berlaku. mereka juga menyediakan asuransi bagi pemilik rumah dengan cara sepertiga dari pembayaran cicilan rumah dibayarkan untuk asuransi.

Tidak sekadar membantu masyarakat memiliki rumah ringan, LSM ini juga memberdayakan masyarakat. Sebagian besar pekerja mereka, adalah para narapidana baik wanita maupun laki-laki yang masa hukumannya sudah hampir berakhir dan dianggap berkelakuan baik selama di penjara.

?Tujuannya agar mereka punya keterampilan ketika mereka keluar dari penjara dan bisa mencari pekerjaan,? ujar Mc Donald.

Mereka juga melibatkan komunitas lain seperti Rainbow Comunitas, yaitu kelompok wanita lesbian yang ingin memberdayakan diri.

Keterlibatan masyarakat dalam upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik terhitung tinggi di Amerika.

Sherry Mueller, Presiden Lembaga National Council for International Visitors (NCIV) yang berkedudukan di Washington mengatakan di Amerika Serikat saat ini ada 1,5 juta organisasi nirlaba yang ikut memikirkan masalah sosial di negara tersebut.

Sebanyak enam persen ada orang yang menerima gaji dari LSM.

Di NCIV, meskipun hanya ada tujuh pekerja yang mengelola LSM tersebut, tetapi mereka memiliki 8000 voluntir yang siap bekerja untuk tujuan program mereka yaitu membantu pemerintah Amerika Serikat menjelaskan kepada penduduk di seluruh dunia tentang citra Amerika Serikat yang baik.

?Misi kami yaitu memajukan diplomasi warga perorangan untuk memiliki tanggung jawab, agar mereka lebih tahu atas apa yang dilakukannya,? ujar Mueller di kantornya di Washington.

Dengan demikian, dunia melalui masyarakat Amerika bisa melihat Amerika dengan pandangan yang berbeda, tidak hanya sepihak.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=11444


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Pascabadai Katrina di New Orleans, Amerika Serikat

Seperti di Aceh, Korban tak Mau Tinggal di Penampungan

Laporan Anita Anggriany [Washington DC, USA]

MUSIBAH memang selalu meninggalkan kepedihan dan penderitaan bagi sebagian besar orang kecil yang termarjinalkan. Tidak hanya di Indonesia, tepatnya di Aceh dan Nias yang terkena badai tsunami. Di negara sebesar Amerika Serikat, tepatnya di Negara Bagian New Orleans, penderitaan serupa pun dialami warga negara mereka yang terkena musibah badai Katrina dua pekan lalu.

IRONISNYA, penderitaan ini berkembang seiring dengan isu ras Afrikan-Amerikan yang memang kebanyakan berdiam di negara bagian di sebelah Utara Amerika itu. Namun isu tersebut terus dibantah Presiden Amerika Serikat, George W Bush. Bantahan itu disampaikan Bush sendiri, maupun melalui juru bicaranya yang selalu diliput media massa Amerika secara terus-menerus sejak Katrina menyerang.

Beban penderitaan yang kini paling berat dialami korban Katrina yaitu kehilangan perumahan dan tempat tinggal yang layak. Padahal menurut Nan P Roman, Presiden National Alliance to End Homelessness (NAEH),-- sebuah LSM yang menangani masalah ketiadaan perumahan bagi warganya-- sebelum badai Katrina menyerang, sudah sangat banyak masyarakat New Orleans yang tidak memiliki rumah.

"Ada sekira 700-an orang yang tidak memiliki rumah sebelum badai Katrina terjadi," ujar Roman, kepada wartawan di kantornya, Washington DC.

Jumlah rakyat miskin ini ternyata tidak hanya di New Orleans. Bahkan, mereka pun ada di tiga negara besar di Amerika Serikat, New York, Washington dan San Francisco.

Sebanyak 80 persen di antara mereka yang miskin karena tidak memiliki pekerjaan. Sisanya 20 persen adalah mereka yang cacat, kecanduan alkohol yang membutuhkan pelayanan sosial lainnya.

Berdasarkan data NAEH itu, jumlah penduduk yang tidak memiliki perumahan di Amerika sekitar 11 persen dari seluruh masyarakat. Memang tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan rumah yang layak di Amerika.

Pemerintah mengatur bahwa mereka harus menyisihkan 30 persen pendapatan mereka untuk membeli rumah. Di sisi lain, biaya hidup di Amerika pun sangat tinggi.

Hingga pertemuan dengan Roman, NAEH belum memiliki data valid berapa besar masyarakat yang kehilangan rumah akibat Katrina. Tetapi, dia meyakinkan bahwa sekitar 80-90 persen, mereka yang berdiam di New Orleans kehilangan rumah.

Seperti halnya yang terjadi di Aceh, banyak pula dari korban yang memilih tetap bertahan di tempatnya. Mereka menolak untuk tinggal di penampungan-penampungan yang disediakan pemerintah.

"Mereka lebih memilih untuk tinggal di dekat rumah mereka. Kami akan menanyakan kepada mereka nanti, apakah yang sebenarnya menjadi keinginan mereka untuk kami lakukan," ujar Roman.

Roman mengatakan, memang masih banyak yang harus dilakukan baik pihaknya maupun pemerintah. Salah satu yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana pemerintah bisa menyediakan data yang valid tentang berapa sebenarnya jumlah warga yang kehilangan perumahan.

Roman menyatakan bahwa pemerintahnya cukup 'care' (peduli) dengan warga mereka yang homeless (tidak punya rumah) ini. Pemerintah negara federal ini menyediakan anggaran belanja sebesar USD2 miliar per tahun untuk homeless.

Tidak hanya itu, sebagian pula disediakan anggaran untuk memberi makan penduduk miskin lewat pelayanan sosial. "Jadi, ada kupon makan yang disediakan untuk masyarakat miskin kota," ujar Roman.

Lagipula, kata dia, persoalan ini sebenarnya bukan masalah yang berat bagi pemerintah Amerika Serikat. Meskipun ada sekitar 200-300 orang yang kehilangan rumah akibat badai Katrina. Menurut Roman, mereka sudah bisa mengatasi hal ini karena pengalaman mereka menjalankan beberapa program untuk tuna wisma.

Selain itu, juga memang begitu banyak LSM di Amerika Serikat yang mau bergerak untuk melakukan pekerjaan sosial mengatasi berbagai persoalan tersebut. Selain NAEH, Greater DC Cares, salah satu LSM yang bergerak di bidang kepedulian terhadap masalah sosial ini pun mau bergerak untuk mengatasi persoalan yang dihadapi warga Amerika.

Mereka bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau menyumbangkan dana untuk kemanusiaan dan dikelola oleh LSM ini. Menurut Siobhan Canty, Presiden dan CEO Greater DC Cares, ada sekitar 3500 korban Katrina yang ditampung LSM ini untuk sementara waktu. Kepada mereka dibuatkan dapur umum dan makanan untuk kehidupan sehari-hari.

Canty dengan tegas mengatakan bahwa mereka memang bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau menanamkan 'investasi' kemanusiaan.
DC Cares akan bekerja atas nama perusahaan tersebut pada setiap kegiatan sosial. Mereka mengumpulkan relawan dan mempekerjakan relawan itu untuk penanganan sosial seperti yang terjadi pada badai Katrina dan kerja sosial lainnya.

Dia mengaku, untuk pekerjaan ini perusahaan memang harus membayar mereka. "Mereka harus membayar kita lebih untuk kegiatan investasi yang mereka lakukan," Canty pada suatu kesempatan. Dan mereka siap untuk diaudit terhadap hasil kerja mereka. ***

Sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=10532


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Pascabadai Katrina di New Orleans, Amerika Serikat

Seperti di Aceh, Korban tak Mau Tinggal di Penampungan

Laporan Anita Anggriany [Washington DC, USA]

MUSIBAH memang selalu meninggalkan kepedihan dan penderitaan bagi sebagian besar orang kecil yang termarjinalkan. Tidak hanya di Indonesia, tepatnya di Aceh dan Nias yang terkena badai tsunami. Di negara sebesar Amerika Serikat, tepatnya di Negara Bagian New Orleans, penderitaan serupa pun dialami warga negara mereka yang terkena musibah badai Katrina dua pekan lalu.

IRONISNYA, penderitaan ini berkembang seiring dengan isu ras Afrikan-Amerikan yang memang kebanyakan berdiam di negara bagian di sebelah Utara Amerika itu. Namun isu tersebut terus dibantah Presiden Amerika Serikat, George W Bush. Bantahan itu disampaikan Bush sendiri, maupun melalui juru bicaranya yang selalu diliput media massa Amerika secara terus-menerus sejak Katrina menyerang.

Beban penderitaan yang kini paling berat dialami korban Katrina yaitu kehilangan perumahan dan tempat tinggal yang layak. Padahal menurut Nan P Roman, Presiden National Alliance to End Homelessness (NAEH),-- sebuah LSM yang menangani masalah ketiadaan perumahan bagi warganya-- sebelum badai Katrina menyerang, sudah sangat banyak masyarakat New Orleans yang tidak memiliki rumah.

"Ada sekira 700-an orang yang tidak memiliki rumah sebelum badai Katrina terjadi," ujar Roman, kepada wartawan di kantornya, Washington DC.

Jumlah rakyat miskin ini ternyata tidak hanya di New Orleans. Bahkan, mereka pun ada di tiga negara besar di Amerika Serikat, New York, Washington dan San Francisco.

Sebanyak 80 persen di antara mereka yang miskin karena tidak memiliki pekerjaan. Sisanya 20 persen adalah mereka yang cacat, kecanduan alkohol yang membutuhkan pelayanan sosial lainnya.

Berdasarkan data NAEH itu, jumlah penduduk yang tidak memiliki perumahan di Amerika sekitar 11 persen dari seluruh masyarakat. Memang tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan rumah yang layak di Amerika.

Pemerintah mengatur bahwa mereka harus menyisihkan 30 persen pendapatan mereka untuk membeli rumah. Di sisi lain, biaya hidup di Amerika pun sangat tinggi.

Hingga pertemuan dengan Roman, NAEH belum memiliki data valid berapa besar masyarakat yang kehilangan rumah akibat Katrina. Tetapi, dia meyakinkan bahwa sekitar 80-90 persen, mereka yang berdiam di New Orleans kehilangan rumah.

Seperti halnya yang terjadi di Aceh, banyak pula dari korban yang memilih tetap bertahan di tempatnya. Mereka menolak untuk tinggal di penampungan-penampungan yang disediakan pemerintah.

"Mereka lebih memilih untuk tinggal di dekat rumah mereka. Kami akan menanyakan kepada mereka nanti, apakah yang sebenarnya menjadi keinginan mereka untuk kami lakukan," ujar Roman.

Roman mengatakan, memang masih banyak yang harus dilakukan baik pihaknya maupun pemerintah. Salah satu yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana pemerintah bisa menyediakan data yang valid tentang berapa sebenarnya jumlah warga yang kehilangan perumahan.

Roman menyatakan bahwa pemerintahnya cukup 'care' (peduli) dengan warga mereka yang homeless (tidak punya rumah) ini. Pemerintah negara federal ini menyediakan anggaran belanja sebesar USD2 miliar per tahun untuk homeless.

Tidak hanya itu, sebagian pula disediakan anggaran untuk memberi makan penduduk miskin lewat pelayanan sosial. "Jadi, ada kupon makan yang disediakan untuk masyarakat miskin kota," ujar Roman.

Lagipula, kata dia, persoalan ini sebenarnya bukan masalah yang berat bagi pemerintah Amerika Serikat. Meskipun ada sekitar 200-300 orang yang kehilangan rumah akibat badai Katrina. Menurut Roman, mereka sudah bisa mengatasi hal ini karena pengalaman mereka menjalankan beberapa program untuk tuna wisma.

Selain itu, juga memang begitu banyak LSM di Amerika Serikat yang mau bergerak untuk melakukan pekerjaan sosial mengatasi berbagai persoalan tersebut. Selain NAEH, Greater DC Cares, salah satu LSM yang bergerak di bidang kepedulian terhadap masalah sosial ini pun mau bergerak untuk mengatasi persoalan yang dihadapi warga Amerika.

Mereka bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau menyumbangkan dana untuk kemanusiaan dan dikelola oleh LSM ini. Menurut Siobhan Canty, Presiden dan CEO Greater DC Cares, ada sekitar 3500 korban Katrina yang ditampung LSM ini untuk sementara waktu. Kepada mereka dibuatkan dapur umum dan makanan untuk kehidupan sehari-hari.

Canty dengan tegas mengatakan bahwa mereka memang bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau menanamkan 'investasi' kemanusiaan.
DC Cares akan bekerja atas nama perusahaan tersebut pada setiap kegiatan sosial. Mereka mengumpulkan relawan dan mempekerjakan relawan itu untuk penanganan sosial seperti yang terjadi pada badai Katrina dan kerja sosial lainnya.

Dia mengaku, untuk pekerjaan ini perusahaan memang harus membayar mereka. "Mereka harus membayar kita lebih untuk kegiatan investasi yang mereka lakukan," Canty pada suatu kesempatan. Dan mereka siap untuk diaudit terhadap hasil kerja mereka. ***

Sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=10532


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Badai Katrina di New Orleans, Amerika Serikat

Amerika Bukan Negara tanpa Kelemahan

Laporan Anita Anggriany [Washington, USA]

DUA pekan sudah badai Katrina menghempas dan menenggelamkan kawasan New Orleans, Mississippi, dan Florida, tiga Negara Bagian di Amerika Serikat. Hingga Senin, 12 September 2005, diperkirakan jumlah korban yang meninggal akibat badai bernama indah yang menjebolkan bendungan di Louisiana itu, mencapai 10 ribu orang.

TAK bisa diingkari bahwa seluruh peristiwa di atas muka bumi ini tetaplah menjadi rahasia Sang Maha Penguasa, Allah SWT. Untuk negara sebesar Amerika Serikat yang membantu Indonesia dalam musibah gempa dan tsunami di Tanah Rencong, Aceh, seperti "kecolongan" ketika badai Katrina yang menerpa Teluk Coast menghempas negaranya.

Bila menonton The Day After Tomorrow, Twister, Vulcano, Hight Explosive, 12 SR, Tsunami Dam, negara adi daya itu seakan mampu "membendung" badai apa pun dengan teknologi yang mereka kuasai. Mereka dapat mengurangi gempa yang berkekuatan 12 SR dengan menanamkan nuklir di beberapa sudut wilayah yang akan dilalui gempa. Mereka mampu menahan laju badai es yang akan menangkupi seluruh New York. Mereka dapat menghalau badai topan dengan menembakkan nuklir. Itu dalam film.

Tapi menghadapi badai Katrina, Amerika tidak mampu berbuat apa-apa. Korban 10.000 lantaran bendungan yang jebol membuat negara adi daya itu kehilangan daya.
Karena besarnya badai tersebut, hampir semua televisi dan media massa di Amerika membuat running news, liputan bersambung tentang Katrina hingga kini. Musibah ini bahkan hanya menyisakan sedikit waktu untuk peringatan Black September, 11 September 2001 ketika gedung WTC di New York runtuh akibat terorisme. Presiden Bush bahkan membuat peringatan"silence" atau diam untuk peristiwa yang dikenal dengan tragedi 911 empat tahun silam itu.

?Harus diakui kami memang tidak siap menerima badai Katrina,? ujar Elizabeth Dugan, Vice President International Republican Institute (IRI), kantor IRI di Washington Distric of Columbia (DC), Senin, 12 September 2005. Pemerintahan Presiden Goerge W Bush Junior pun mendapat kecaman dari masyarakat Amerika karena dianggap tak tanggap mengambil tindakan. Padahal sudah ketiga kalinya, Bush berkunjung ke New Orleans untuk melihat kondisi terakhir pascakatrina sejak 12 hari terjadi. Namun kritik tak pernah berhenti.

Membandingkan tsunami yang terjadi di Aceh Darussalam, Katrina memang belum sedahsyat nasib yang menimpa rakyat Aceh di ujung Barat Negara Kesatuan Republik Indonesia itu. Tetapi kepedulian Amerika terhadap Aceh, luar biasa besarnya. Amerika bahkan melabuhkan kapal induknya Abraham Lincoln untuk membantu rakyat Aceh. Ironisnya, beberapa kali dalam siaran televisi setempat, mereka terus-menerus mencari sukarelawan yang mau membantu masyarakat New Orleans. Belum lagi isu rasis yang merebak akibat peristiwa itu. Karena rata-rata mereka yang tertinggal adalah masyarakat miskin kota dan berkulit hitam. Sementara itu, warga kaya di daerah tersebut sudah meninggalkan tempat ketika badai Katrina belum terjadi. Padahal media massa setempat berkali-kali menyampaikan prediksi akan ada badai dengan tingkat lima, tanda badai yang dahsyat. "Namun, badai yang ternyata hanya tingkat tiga itu pun, tidak bisa terkendalikan oleh kami," ujar Dugan. Hal itu menjadi kecaman bagi pemerintahan Bush.

Sebenarnya, bencana alam seperti badai Katrina yang bukan pertama kali ini terjadi di USA. Tahun lalu, tepatnya 16 September 2004, badai Ivan melanda yang menyebabkan kematian 57 orang, dan kerugian USD14,7 miliar. Sebulan sebelumnya, pada Agustus 2004, badai Charley menyerang dan mengakibatkan 31 orang meninggal dunia dan kerugian sebesar USD15,5 miliar. Kemudian badai tropical Allison terjadi pada Juni 2001, yang menyebabkan 22 meninggal dan kerugian USD5,5 miliar.

Badai Floyd pada 16 September 1999, menyebabkan kematian 56 orang dan kerugian USD7 miliar.Tornado Oklahoma terjadi pada 3 Mei 1999, dengan kerugian mencapai USD1,8 miliar. Lalu banjir Grand Forks pada 18 April 1997, juga membuat kerugian USD 1,8 miliar. Gempa bumi Northridge terjadi pada 17 Januari 1994, sebanyak 57 orang meninggal dan menderita rugi USD33,8 miliar. Badai Andre pada 24 Agustus 1992, menelan korban 41 orang meninggal dan rugi sebesar USD37,6 miliar.

Meskipun demikian, dalam setiap bencana kemanusiaan, pasti saja mengetuk nurani setiap mahluk yang bernama manusia. Dugaan mengatakan, bencana ini telah berhasil menggerakkan rasa kemanusiaan masyarakat Amerika yang terdiri dari berbagai ras dan etnis itu.

Sumbangan terus mengalir melalui internet dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk membantu mereka yang tertimpa bencana. Dalam sepuluh hari saja, masyarakat sudah mengumpulkan dana hingga USD740 juta. ?berbagai sumbangan, tidak hanya dalam bentuk dana tetapi juga benda seperti pakaian, donor darah dan kerja sosial lainnya,? ujar Dugan.

Masyarakat juga menggunakan media seperti internet untuk membantu korban Katrina. John Hlinko dan Bill Mc Intyre, Vice President Grassroots Enterprise yang selalu membantu sayap kanan dalam politik Amerika itu, menjelaskan bagaimana mereka berhasil membuat masyarakat tergerak untuk melakukan kerja amal melalui internet. ?Ada yang menyediakan gedung sekolah melalui internet untuk membantu anak-anak yang kehilangan sekolahnya akibat badai ini,? ujar John di kantornya di 17th Street NW, Washington DC. Bagi John media internet menjadi sangat penting dalam membantu korban Katrina karena 50 persen masyarakat Amerika mengakses internet dalam kehidupan mereka.

Meskipun demikian, sejumlah masyarakat Amerika mengakui kelemahan dalam penanganan badai tersebut. Seperti mengakui bahwa selalu ada invisible hand yang ikut menentukan setiap peristiwa dalam kehidupan manusia.

"Amerika bukan negara tanpa kelemahan, di sisi lain, negara ini pun tetap memiliki kekurangan di antara segala kekuatannya," ujar Joe Bookbinder, officer Washington Foreign Press Center Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, pada sebuah pertemuan dengan wartawan Indonesia. Atas semua kritik yang masuk kepada pemerintahannya tetap menjadi semangat bagi pemerintahan Bush untuk menjalankan tugas mengatasi musibah Katrina sekaligus menegakkan negara demokrasi yang sudah berumur 200-an tahun ini.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=10524


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Wagub Pimpin Relawan Sulsel ke Aceh

Yayasan Kemanusiaan Fajar Sumbang Rp200 Juta

MAKASSAR -- Sebanyak 96 relawan asal Sulsel ditugaskan untuk membantu korban tsunami dan gempa di Nanggroe Aceh Darussalam.Relawan yang direkrut dari berbagai organisasi dan kelompok pemuda di Sulsel itu dipimpin langsung Wakil Gubernur Sulsel, H Syahrul Yasin Limpo. Relawan asal Sulsel dilepas Gubernur Sulsel, HM Amin Syam di halaman kantor gubernur, Kamis, 6 Januari kemarin.

Selain Syahrul, sejumlah pejabat juga ikut serta mendampingi relawan asal Sulsel itu. Mereka antara lain Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, Bupati Bantaeng, Azikin Solthan, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, dr Muhammad Basir Palu, Kepala Biro Kesejahteraan Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) Sulsel, M Saleh Radjab, anggota DPRD Sulsel, Susilo Tamsil Harahap, dan sejumlah pejabat lainnya.

Relawan asal Sulsel diberangkatkan dengan gratis dengan menggunakan pesawat Celebes Air. Pengiriman relawan asal Sulsel melakukan pengiriman ketiga kalinya.

Gubernur Sulsel, HM Amin Syam telah melepas dua kali relawan ke kota serambi Mekah itu sebelumnya. Tetapi dua tim yang diberangkatkan lebih awal merupakan tim kesehatan dan SAR yang selain mengevakuasi mayat juga melakukan perawatan dan pengobatan terhadap korban.

"Saya yakin, saudara-saudara bisa mengemban tugas di sana. Apalagi sebelum diberangkatkan, saudara-saudara sudah dibekali," terang Amin Syam saat melepas relawan itu.

Di samping mengirim relawan, pemerintah provinsi Sulsel juga menyalurkan bantuan untuk korban tsunami. Kamis kemarin, Satgas Relawan Sulsel yang dipimpin Syahrul Yasin Limpo juga membawa bantuan sebesar Rp500 juta dari pemerintah dan masyarakat Sulsel.

Selain pemprov, Yayasan Kemanusiaan Harian Fajar juga membawa sumbangan ke Aceh sebesar Rp200 juta. Bantuan yang terkumpul dari sumbangan pembaca Fajar itu dibawa langsung Ketua Yayasan Kemanusiaan Fajar, Waspada Santing. Radio Suara Celebes FM Makassar juga membawa sumbangan sebesar Rp170 juta yang diantar langsung direkturnya, Peter Gosal.

Lima Mahasiswa Aceh
Rombongan Satgas Sulsel yang mengikutkan sepuluh wartawan termasuk Nita Anggraeni dari Harian Fajar juga membawa pulang ke kampung halamannya lima mahasiswa asal Aceh. Mereka adalah Tarmiji, Salahuddin, Muzakir, Murzakir, Erwin Fitra.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar akan terus memfasilitasi pemulangan mahasiswa asal Aceh. Rencananya, pemberangkatan mahasiswa asal Aceh mendatang akan diterbangkan dengan menggunakan pesawat Adam Air.

Sumber: pap [http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=1992]


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Menelusuri Rp80 M Aset Sulsel di Sulbar

Mulai Jembatan Hingga Alat RT

Laporan Anita Anggriany

Kehadiran Sulawesi Barat tak dipungkiri mempengaruhi pendapatan sekaligus pengeluaran bagi Pemerintah Provinsi Sulsel.Terhitung 2005, sejak Sulbar lepas, pemprov Sulsel akan mengalami penurunan pendapatan hingga Rp31,4 miliar dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) baik dari sektor pajak maupun non pajak. Misalnya, sepanjang tahun 2004, Sulbar berhasil memperoleh pendapatan sebesar Rp15,117 miliar dari UPTD Samsat, wilayah XI. Dari 15,117 miliar tersebut, sebanyak Rp9,4 miliar yang dikembalikan ke Sulbar. Artinya, ada kurang lebih Rp6 miliar pendapatan yang hilang untuk Sulsel sejak tahun 2005.

PERSOALAN tidak berhenti di situ saja, bagi Sulsel 'kepergian lima 'anaknya' masing-masing, Kabupaten Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara, Majene dan Polmas ikut pula pergi sejumlah aset Sulsel. Perjalanan Komisi C menuju provinsi pemekaran yang terakhir berdasarkan UU No22/1999 tentang Pemerintahan Daerah itu, mengungkap berapa besar Sulsel harus merelakan hartanya kepada Sulbar.

Anggota DPRD Sulsel yang dipimpin Ketua Komisi C, H Arifuddin Saransi, Wakil, APA Timo Pangerang, Sekretaris, Junus Lamba, membawa serta sejumlah anggota komisi C lainnya, Azikin Toputiri, Junus Ramba, Baso Hamzah, H Syahrir Toha, Akmal Pasluddin, dan Husain Djunaid, menyusuri aset Sulsel dimulai dari Jembatan Timbang Paku, Desa Binuang, Kabupaten Polmas.

Dari jembatan timbang tersebut, sepanjang 2004, Sulsel seharusnya mendapat dana sebesar Rp133,4 juta. Jumlah ini memang melebihi target yang semula hanya Rp125 juta. Ada kenaikan hingga 106,45 persen dari target yang ditetapkan pemprov Sulsel pada APBD 2004.

Menurut Kepala Jembatan Timbang, Baharuddin, mereka masih tetap menggunakan rekening dispenda Sulsel yang dibuktikan dengan penunjukan kuitansi bernomor rekening Dispenda Sulsel. Tidak hanya itu, jembatan ini pun masih menggunakan perda Sulsel.

Burhanuddin mengatakan, sepanjang belum ada peraturan yang jelas, tentang pengalihan aset, pihaknya tak berani mengubah pola yang ada.

Setidaknya, berdasarkan catatan Komisi C DPRD Sulsel, nilai aset mereka dari seluruh jalanan dan jembatan yang ada di Sulbar sepanjang 1.232.60 m2 bernilai sebesar Rp72.215.604.000. Sementara itu, aset berupa bangunan gedung dengan luas 15.585m2, bernilai Rp1.574,970.000.

Komisi C juga menghitung alat berat dan alat angkut sebanyak 35 unit dengan nilai Rp173.599.000. Ditambah lagi alat bengkel dan alat pertanian, serta berbagai peralatan kantor dan rumah tangga (RT) yang jumlahnya mencapai 933 unit. Total seluruh aset pemerintah provinsi Sulsel di Sulbar itu mencapai Rp80.497.316.000. Namun, aset ini pun akhirnya akan menjadi milik pemerintah Sulawesi Barat.

Bagi Komisi C, penelusuran harta benda milik pemprov Sulsel ini tidak berniat untuk mencari-cari harta kekayaan Sulsel. Tetapi menurut Arifuddin Saransi, pencarian ini untuk menjadi alat ukur bagi pemprov Sulsel maupun usaha untuk mengganti yang pergi dengan usaha pendapatan yang baru.

Perjalanan pun hingga menelusuri perkebunan kelapa di Desa Simbung, Majene yang sudah 20 tahun tak pernah diremajakan. Bibit kelapa asal Manado ini pun akhirnya menjadi aset bagi pemprov Sulbar.

Kunjungan Komisi C diterima Pejabat Pelaksana Tugas Sekretaris Provinsi Sulbar, Tashan Burhanuddin dan Kadispenda Sulbar, HM Arsyad Hakim di Kabupaten Majene, 150 Km dari ibukota Sulbar, Mamuju. Pertemuan yang berlangsung di kantor Samsat Majene ini membuka sejumlah peluang kerjasama yang baik antara Sulsel dan Sulbar.

"Banyak hal yang bisa dikerjasamakan di sini. Tetapi perlu ada pembicaraan bersama dengan Sulbar dan Sulsel, terutama mengenai aset yang dimiliki Sulsel ini," tandas Arifuddin Saransi.

Tashan pun tahu diri, dia menyadari Sulbar tak bisa jalan sendirian. Dia berharap keduanya bisa saling membantu, terutama untuk persoalan dana bagi operasional Sulbajavascript:void(0)
Mempublikasikan Postingr.

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=3566


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Wednesday, October 24, 2007

Mengunjungi Taman Kanak-Kanak Alternatif

Diknas Sulsel Harus Turun Lapangan

Laporan Anita Anggriany

"PEMERINTAH, khususnya Dinas Pendidikan harusnya sudah meninjau kembali Taman Kanak-Kanak Alternatif Barombong.Sebab, saat ini tidak cocok lagi bila status TK ini masih alternatif," demikian Ketua Gabungan Organisasi Penyelenggara Taman Kanak-kanak Indonesia (GOPTKI) Sulsel, H Andi Mulyani Malik Hambali.

Mulyani mengatakan ini di depan pengurus Yayasan Pendidikan Bontoa Barombong dan pengurus GOPTKI Sulsel, dalam kunjungan sosial GOPTKI di TK Alternatif Barombong, Selasa, 19 April.

Sebuah Taman Kanak-kanak dinilai sebagai TK Alternatif bila kondisinya tidak memiliki tempat definitif, tidak mengenakan seragam, apalagi membayar iuran sekolah dan jam belajarnya hanya maksimal 4 jam per minggu.

"Biasanya TK Alternatif ini ada di kampung-kampung pedalaman, yang alat peraganya untuk bermain terbuat dari daun-daun atau bahan yang ada di sekitar mereka bukan bahan paten apalagi buatan pabrik."

Selain itu, kata mantan anggota DPRD Sulsel itu, biasanya TK alternatif ini berada di kolong rumah warga yang bersedia menampung anak-anak untuk belajar dan bermain di tempat tersebut.

Namun TK Alternatif Barombong, kini sudah berbeda. Memiliki 48 murid dengan seragam berwarna biru. Anak-anak itu pula sudah mengikuti jadwal pelajaran secara teratur sejak hari Senin hingga Sabtu pukul 10.00-11.00 wita. Tidak hanya itu, mereka juga membayar iuran sekolah Rp5.000 per bulan. "Artinya ini sudah dikategorikan mampu dan berkembang," ujar Mulyani.

Sayangnya, kata Mulyani, yang berhak untuk menentukan status TK tersebut ada pada Diknas Sulsel atau Pemkot.

Memang semula TK Barombong ini lahir sebagai alternatif pada tahun 2001. Namun seiring waktu, kini berkembang. Apalagi beberapa kali TK yang termasuk dalam wilayah Pemkot Makassar ini menerima sumbangan pemerintah. Belum lama ini, Menteri Pendidikan membawa sumbangan sebesar Rp50 juta. Beberapa waktu lalu Mulyani juga mengingat sumbangan sebesar Rp30 juta yang pernah diberikan oleh sebuah lembaga ke TK tersebut. Selayaknya TK ini dianggap berkembang dan berubah status.

Menurut Mulyani, memang tak sedikit kejadian seperti ini dialaminya di lapangan. Sebab, kata Mulyani, sedikit sekali perhatian pemerintah tentang pendidikan anak pra sekolah ini.

Yang jelas, kata dia, jarang ditemukan ada program untuk pengembangan pendidikan anak TK ini yang dibangun bersama-sama dengan GOPTKI. "Di diknas tentunya ada bagian yang mengurus untuk pendidikan pra sekolah ini. Tetapi, jarang sekali kami bisa bekerjasama untuk pengembangan program TK di sini," ujar Mulyani.

Bahkan tak jarang GOPTKI jalan sendiri. Salah satunya melakukan workshop pada Maret 2005 untuk para guru tanpa bantuan dana diknas Sulsel. "Kita tidak tahu apakah ada anggaran untuk GOPTKI," ujar Mulyani ketika dikonfirmasi wartawan.

Peninjauan yang dilakukan GOPTKI Sulsel ini pun dilakukan dalam rangka memperingati HUT GOPTKI ke-48. Ada dua TK yang dikunjungi yaitu TK Alternatif Barombong dan TK Aisyiyah Parang Tambung. Di Kedua tempat tersebut GOPTKI memberikan bantuan berupa alat peraga, bermain untuk anak-anak TK.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=5016


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Ketika Masyarakat Lelah Pembodohan (2)

Membuka Korupsi Bukan karena Sakit Hati

Laporan Anita Anggriany

"KETIKA kita mengungkap kasus dugaan korupsi, harus dilandasi niat baik. Bukan karena iri hati atau dengki kepada pemerintah. Bukan pula karena persoalan tak pernah mendapat jatah proyek dari pemerintah."Hasyim Manggabarani, mantan bupati Polmas, memulai pembahasannya dalam semiloka Pemberantasan dan Perlawanan terhadap Korupsi di Tana Toraja, 4-5 Maret 2005, dengan pernyataan mengedepankan niat baik dalam mengungkap kasus.

Bukan rahasia umum, banyak pihak yang ingin memanfaatkan pengungkapan dugaan korupsi pejabat pemerintah untuk membalas sakit hati karena kepentingannya tak terakomodasi. Sebagai mantan bupati Polmas yang juga pejabat negara, Hasyim melihat kemungkinan seperti ini bisa terjadi. Itu sebabnya dia mewanti-wanti kepada peserta semiloka yang membentuk koalisi untuk tidak memulai dengan niat yang jelek.

Tetapi, kata dia, masyarakat pun harus memulai melangkah untuk mengungkap kesalahan yang dilakukan pemerintah agar pembodohan dan kesengsaraan tidak berlangsung terus-menerus. Sebab ibarat kapal yang tengah berlayar, pelaku korupsi itu seperti awak yang membocorkan badan kapal, yang akibatnya membuat kapal tenggelam dan menyengsarakan seluruh penumpangnya.

"Kita harus memulai dengan satu langkah awal untuk membuat menjadi 10 langkah," tandasnya.

Terlepas dari UU Tindak Pidana Korupsi No.31/1999, yang menjamin hak masyarakat untuk melaporkan tindak pidana korupsi, masyarakat harus pro aktif untuk mengungkap kasus korupsi karena masyarakat harus menyelamatkan uang yang diambil pemerintah dari mereka.

Menurut Bastian Lubis, anggota Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK), 84 persen penerimaan pemerintah Indonesia berasal dari pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Pajak itulah yang setiap saat dipungut dari masyarakat sebagai pendapatan asli daerah.

Tentu saja, dana yang ditarik ini harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan anggota DPRD sebagai wakil rakyat di parlemen. Seharusnya, kata Winarso dari Patria Artha, legislatif inilah yang mengkritisi setiap penganggaran yang dilakukan pemerintah dengan berpikir rasional dalam setiap menelaah rancangan APBD yang diajukan pemerintah.

Sejalan dengan pernyataan Winarso, Syamsuddin Alimsyah dari Kopel mengatakan, masyarakat bisa menuntut wakilnya yang tidak memperhatikan atau berkolusi dengan pemerintah untuk korupsi.

Dia juga mengingatkan warga untuk tidak sekadar mau dibeli suaranya pada pemilu untuk memilih orang tersebut, meskipun dengan reputasi yang buruk.

Menurutnya, partai politik yang baik, akan selalu mengkritisi fraksinya yang ada di lembaga parlemen supaya berjalan lurus.

Dari sisi legal, Adnan Buyung Azis dan Irwan dari YLBH Makassar mengatakan, masyarakat harus berani mengungkap setiap kasus dugaan korupsi untuk ditangani aparat penegak hukum. Sebab, langkah masyarakat dilindungi hukum sepanjang setiap dugaan penyimpangan yang dilaporkan memenuhi seluruh unsur. Artinya masyarakat harus memiliki data yang akurat tentang penyimpangan sebelum membawa kasus tersebut ke kepolisian atau kejaksaan.

Elyas Joseph, dari LBHP2I mengingatkan masyarakat Toraja, agar memulai gerakan membersihkan daerah mereka dari kejahatan korupsi dengan langkah yang tepat.

"Jangan lagi selalu, mengatakan, ade.. ade alias katanya, katanya. Buktikan bahwa memang ada penyimpangan yang mereka lakukan," tandas Elyas.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=3686


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Ketika Masyarakat Lelah Pembodohan (1)

Menggugat Korupsi Lewat Aliansi dan Koalisi

Laporan Anita Anggriany

"APAKAH monyet yang semula naik mobil kijang kemudian dia dipindahkan ke mobil Lexus atau Pajero, wajahnya langsung berubah ganteng atau tampan?Ya tidak toh! Yang, namanya monyet tetap monyet. Tidak akan berubah. Demikian juga dengan manusia."

Sebagian orang tersipu-sipu, sebagian lagi tertawa mendengar pernyataan Bastian Lubis, ketua Yayasan STIE Patria Artha, yang dikenal pula sebagai anggota Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi. Memang monyet tidak berubah menjadi ganteng. Tetapi bagi mereka yang berpikir materialistik, harga diri atau prestise memang tiba-tiba menjadi tinggi ketika naik kendaraan mewah.

Persoalannya menjadi lain ketika kemudian untuk harga sebuah prestise tersebut, oknum pejabat pemerintah atau anggota dewan 'nyolong' uang rakyat lewat APBD dan berbagai penggelembungan dana proyek. Padahal, rencana 'maling' uang rakyat ini sudah bisa dideteksi dari awal.

"Potensi penyimpangan sebenarnya sudah bisa dilihat dari APBD itu sendiri sebelum direalisasikan," ujar Bastian.

Inilah yang menjadi perbincangan hangat di antara peserta Semiloka Pemberantasan dan Perlawanan terhadap Korupsi yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Toraja (AJT) di Tana Toraja, 4-5 Maret 2005. Sebab, sebagian peserta melihat kondisi ini pula yang mulai menggejala di Kabupaten Tana Toraja. Penyimpangan dalam APBD, ada proyek yang tidak sesuai bestek, proyek di atas Rp50 juta tanpa tender, dan berbagai penyimpangan lain.

Hadir sebagai narasumber selain Bastian, mantan Bupati Polmas, Hasyim Manggabarani, Winarso dari Patria Artha, Elyas Joseph dari LBHP2I, Adnan Buyung Azis dan Irwan dari YLBH Makassar, dan Syamsuddin Alimsyah dari Kopel.

Wakil Bupati Tator, J Palimbong rupanya menyadari kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam perilaku pemerintahannya. Tetapi dia mengatakan, kalaupun itu terjadi, bukan pemerintahnya yang salah tetapi oknum. Palimbong mengatakan hal itu, karena semiloka yang menghadirkan narasumber dari Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi ini juga melakukan bedah kasus terhadap beberapa penyimpangan di APBD Tator.

"Itu mungkin oknum, kalau ada penyimpangan rame-rame," ujar Palimbong di hadapan seluruh peserta. Dia berharap, masyarakat memang memberi kritikan untuk tujuan membangun Tator bersama.

Yang jelas, ketika Aliansi Jurnalis Toraja menggelar semiloka yang dihadiri oleh sejumlah komponen masyarakat Tator, di antaranya wartawan, LSM, tokoh masyarakat, dan anggota Polres Tator, terlihat antusiasme mereka tinggi untuk mengungkap berbagai dugaan korupsi di kabupaten tujuan wisata nasional itu.

Namun sebagian anggota masyarakat ada yang pesimis bahwa usaha mereka untuk membawa kasus dugaan korupsi pemerintah akan berakhir, happy ending. Gemaria Parinding SH, seorang pengacara di bumi Lakipada ini, mengeluh karena terlalu seringnya dia berjuang sendiri menghadapi kasus dugaan korupsi pejabat pemerintah. Dia merasa ditinggalkan teman-teman jurnalis ketika setiap kasus yang dibeberkan tak pernah terungkap ketika dikonfirmasi wartawan ke pemerintah.

"Ketika mereka diminta untuk konfirmasi, setelah ditunggu-tunggu tak pernah ada juga berita itu muncul," keluhnya. Gemaria menduga ada kongkalikong oknum wartawan dengan oknum pejabat yang diduga korupsi itu.

Bukan hanya Gemaria yang pesimis, beberapa tokoh masyarakat pun melihat kondisi ini karena aparat penegak hukum yang tak maksimal mengurus masalah tersebut. Padahal semua peserta ingin sekali ada yang bertanggung jawab atas semua permasalahan yang sudah menjadi rahasia umum ini di masyarakat Tator ini.

Bercermin dari apa yang dilakukan KMAK untuk mengungkap beberapa kasus dugaan korupsi di Sulsel, peserta semiloka pun membentuk koalisi yang dibangun di antara peserta untuk mulai membedah sejumlah penyimpangan yang berindikasi korupsi di Tator. Aliansi Masyarakat Toraja Anti Korupsi (AMTAK) itu memulai dengan membedah APBD 2003 Tator sekaligus mengumpulkan data penyimpangan.

Mereka berharap seperti KMAK yang bisa mengungkap dugaan korupsi sebesar Rp18,229 miliar di DPRD Sulsel, penyimpangan APBD Pinrang TA 2003, Penyimpangan APBD di Pangkep TA 2003, membantu mengungkap kasus dugaan korupsi di Bualemo, Gorontalo, dan terakhir membuka kasus dugaan penyimpangan pada penyertaan modal pemerintah di PT CAS.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=3655


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Fenomena Anggota DPRD Penuhi Janji Konstituen (2)

Studi Banding Pilihan 'Seksi' untuk Jalan-jalan

Laporan: Anita Anggriany

SETELAH tujuh bulan, wajah asli wakil rakyat yang menjadi anggota DPRD Sulsel kini semakin jelas.Waktu pula akhirnya membuktikan apakah mereka mampu mengemban amanah rakyat yang diwakilinya atau tidak. Bagaimana amanah itu dilaksanakan?

Dua bulan terakhir ini anggota DPRD Sulsel sangat disibuki oleh kegiatan pembahasan rancangan peraturan daerah. Mulai dari aturan tentang Lingkungan Hidup, Sempadan Jalan sampai dengan persoalan bagaimana sebaiknya cara pemerintah Provinsi Sulsel melepas 106 kendaraan dinas roda dua dan empat untuk didum oleh pejabat pemerintah atau anggota dewan sendiri. Untuk membahas berbagai masalah itu, maka anggota DPRD Sulsel membentuk panitia khusus yang khas disapa Pansus.

Yang menarik, studi banding menjadi 'barang seksi' dalam setiap pembahasan ranperda yang dibahas pansus. Tak pelak, studi banding, selalu menjadi agenda penting, yang diletakkan di tengah pembahasan pansus sebelum diketok palu.

Coba tengok, pada awal tahun 2005, tepatnya pada bulan Januari, masalah perda Kedudukan Keuangan dan Protokoler yang diketuai oleh Azikin Saleh Toputiri ini sudah membawa anggotanya melakukan studi banding ke Surabaya dan Jakarta.

Satu-satunya anggota pansus yang menolak untuk melakukan perjalanan 'studi' saat itu adalah Andi Mariattang dari Fraksi PPP. Dia menganggap untuk pembahasan itu seharusnya anggota tidak perlu melakukan perjalanan belajar membandingkan apa yang seharusnya dilakukan di Sulawesi Selatan.

Tak berapa lama, Pansus Lingkungan yang diketuai Arfandy Idris pun tak mau ketinggalan. Mereka membawa empat tim anggota ke empat provinsi di Indonesia. Tim I dipimpin oleh Arfandy Idris dari Golkar dengan tujuan Jawa Timur, Tim II dipimpin oleh Qayyim Munarka dari PKS dengan tujuan Bali, Tim III dipimpin oleh Buhary Qahhar Mudzakkar dari PAN dengan tujuan Kalimantan Timur dan Tim IV dengan tujuan Riau dipimpin oleh Marzuki Wadeng dari Golkar.

Untuk perjalanan mereka ini diestimasikan menyedot biaya Rp199 juta, termasuk di dalamnya ongkos transpor dan uang saku. Maka berangkatlah anggota Pansus Lingkungan, minus Moh Roem, Ibrahim Masdar, La Kama Wiyaka, dan Andi Potji. Dua orang di antaranya yaitu La Kama dan Ibrahim semula berniat berangkat, namun terhalang karena berbagai kegiatan. Kecuali Moh Roem dan Andi Potji, yang benar-benar tidak menerima SPJ, karena tidak berniat berangkat.

Setelah pansus Lingkungan, Pansus Pemutihan Kendaraan Dinas untuk didum pun giliran 'jalan-jalan' lewat studi banding. Sebanyak 30 anggota pansus ramai-ramai pergi konsultasi dengan mendagri dan melihat-lihat harga mobil dan kendaraan di Jakarta dan akan dibandingkan dengan yang ada di Sulsel. Untuk kegiatan ini mereka diestimasikan menghabiskan dana sebanyak RpRp109,480 juta.

Meskipun demikian, ada juga anggota Pansus yang menolak pergi. Devi Santy Erawaty wakil rakyat dari PKS ini menilai studi banding ini terlalu dipaksakan. "Masa untuk hal yang selalu dilakukan setiap tahun masih juga distudibandingkan," tandasnya.

Selain Devi, Munawwar Djabbar, dari PKS juga tidak berangkat karena Fraksi melarang anggota pansus berangkat, kecuali pimpinannya.

Selain itu, anggota yang tidak berangkat masing-masing, Moh Roem dari Golkar, HM Ramli Haba dari PAN, Roem Latunrung dari PDK, Dodi Amiruddin dari PAN, dan Hj Tja Tjambolang dari Golkar pergi ke Afrika Selatan.

Sebulan kemudian, tepatnya bulan April ini, Pansus Sempadan Jalan yang semula diharapkan tidak akan melakukan perjalanan studi banding akhirnya tak tahan pula. Tiga tim akhirnya berangkat ke Padang, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bandung dan Jakarta. Senin, 11 April 2005, tim terakhir yang diketuai oleh H Abd Madjid Thahir ini berangkat ke Jakarta.

Yang dipastikan tidak berangkat ke studi banding pada pansus Sempadan Jalan ini adalah, A Mariattang, dan Ichsan Yasin Limpo.

Jangan lupa, 75 anggota dewan ini tidak hanya menjadi anggota satu pansus. Rata-rata mereka terlibat di dua pansus yang dibentuk DPRD Sulsel itu. Artinya, minimal mereka keluar studi banding sebanyak dua kali di dua tempat.

Tidak hanya itu, sebenarnya sedari awal ketika mereka terpilih sudah ada beberapa kegiatan yang mengantar mereka 'berjalan-jalan' bahkan hingga ke luar negeri. Data Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi, pada 4-5 Oktober, sebulan setelah dilantik, dewan sudah melakukan perjalanan ke Jakarta untuk konsultasi tata tertib DPRD Sulsel. Untuk kegiatan ini, dewan mengeluarkan dana sebesar Rp25, 9 juta.

Selanjutnya, pada November anggota dewan mengikuti pembekalan yang digelar oleh Dendagri di Jakarta. Lagi-lagi anggaran keluar sebanyak Rp352,5 juta. Pada Desember 2004, anggota Komisi E, HAM Adil Patu berangkat ke Malaysia bersama dinas tenaga kerja dengan alasan melihat TKI Sulsel.

Tidak berhenti disitu, Ketua Komisi E, Jalaluddin Rahman dan H Harifuddin Cawidu, melengkapi jumlah 'jalan-jalan' anggota dewan ini ke Yordania dengan dalih untuk studi banding bersama KPPSI (Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam). Bahkan, tahun ini pun pemrov Sulsel, tentu dengan persetujuan DPRD Sulsel, sudah menganggarkan perjalanan studi banding ke Turki.

Uniknya, KPPSI sendiri menolak studi banding tersebut. Bahkan, ketua KPPSI, Azis Qahhar Mudzakkar saat Kongres Umat Islam di Bulukumba, dengan tegas menyatakan tidak perlu studi banding, karena itu langkah pemborosan.

Lagipula masyarakat mempertanyakan apa hasil yang didapat dari hasil studi banding itu. "Ini mengkhawatirkan. Sebab sudah lima kali tokoh-tokoh yang mengaku mewakili KPPSI itu berangkat studi banding, tetapi hingga kini belum ada satupun peraturan atau kebijakan yang lahir. Ini harus dijawab oleh para wakil rakyat yang ikut kegiatan itu," tandas Syamsuddin Alimsyah, Koordinator Kopel Sulawesi.

Parahnya, lagi kata Syamsuddin, anggota DPRD Sulsel selalu mengeluh tidak cukup uang untuk anggaran pembangunan bagi rakyat. "Anehnya, kalau studi banding mereka kok selalu punya uang. Kalau untuk pembangunan masyarakat, selalu anggaran disebut sedikit,"tandas Syam.

Syam sendiri melihat perjalanan studi banding Pansus Kedudukan Keuangan dan protokoler DPRD Sulsel, menggunakan pos anggaran dari mana. "Saat itu kan masih transisi, dari anggaran 2004 ke 2005. Dari mana mereka mengambil uang,"tandasnya.

Sayangnya, sangat sulit untuk mengakses data tentang pos anggaran untuk studi banding pansus Keuangan tersebut. "Sulit sekali, mereka sangat tertutup untuk masalah ini,"tandas Syam. Tetapi Syam mengingatkan, anggota dewan periode 2004-2009 ini harus semakin hati-hati. Menurutnya, masyarakat terutama mereka yang wajib pilih bukan lagi orang bodoh. Mereka tentu tahu wakil rakyat mereka ini bisa mengemban amanah atau tidak.

Pengalaman adalah guru terbaik. Tentu saja bagi sebagian anggota DPRD Sulsel yang terpaksa ikut menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi di DPRD Sulsel periode 1999-2004, kalimat bijak di atas tentu saja memiliki makna yang sangat berarti dalam perjalanan kehidupan mereka.

Setidaknya, pengalaman menjalani pemeriksaan dan debar-debar jantung karena kekhawatiran dan kesedihan atas kasus yang membuat mereka belajar bersikap menghadapi hidup ini. Semoga saja, ini akan menjadi pelajaran bagi semua yang mengaku wakil rakyat.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=4648


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Fenomena Anggota DPRD Penuhi Janji Konstituen (1)

Semakin Memperlihatkan 'Wajah Asli'

Laporan: Anita Anggriany

MASIH ingat apa janji-janji wakil rakyat kita saat kampanye Pemilu 2004? Akan memperbaiki nasib masyarakat menuju kesejahteraan. "Kita akan berantas korupsi, kolusi dan nepotisme".Demikian slogan yang paling sering terdengar dalam setiap kampanye. Mereka juga berteriak tentang efisiensi dan hidup sederhana dalam masyarakat yang kekurangan. Nah, bagaimana wujudnya sekarang?

Tujuh bulan sudah usia jabatan anggota DPRD Sulsel periode 2004-2009 sejak mereka dilantik pada 22 September 2004. Ibarat kandungan dalam rahim, usia tujuh bulan bekerja di parlemen, sudah semakin terlihat warna dan wajah aslinya para wakil rakyat yang pernah berkampanye pada Pemilu 2004 itu.

Sudah berhadapan berkali-kali dengan masyarakat melalui penerimaan aspirasi, sudah berkali-kali menerima 'kedatangan' adik-adik atau saudara dalam organisasi yang meminta sumbangan, termasuk kedatangan berbagai macam pembahasan proyek dan program melalui APBD 2005.

Persoalan permintaan sumbangan ini, pernah dikeluhkan oleh anggota DPRD Sulsel yang pernah berkecimpung di salah satu organisasi mahasiswa. Menurutnya, baru beberapa bulan menjalankan tugas sebagai anggota legislatif dia sudah harus menerima 'todongan' permintaan sumbangan dari berbagai koleganya.

Dia mengatakan, "Yah, bagaimana kita ini, ada organisasi mahasiswa yang datang minta sumbangan untuk kegiatan mereka. Bagaimana kita harus menolak rezeki melalui tunjangan perumahan, sementara kita tidak mau munafik banyak juga meminta sumbangan kepada kita," ujarnya.

Pada saat itu DPRD Sulsel lagi ramai dibicarakan masyarakat karena permintaan tunjangan perumahan mereka sebesar Rp5,3 juta per bulan yang dinilai publik terlalu besar dengan harga rata-rata kontrakan rumah di Sulsel, pun di Makassar.

Apalagi kini BPK menyatakan untuk mendapatkan dana tunjangan perumahan seharga Rp5,3 juta itu mereka harus menyediakan kontrak perumahan. Salah-salah mengambil keputusan untuk memenuhi aturan ini bisa saja menjerat mereka untuk tidak jujur, dengan membuat 'kontrak-kontrakan'. Pasalnya rata-rata wakil rakyat ini memiliki rumah sendiri.

Karena khawatir terjerat masalah hukum, Sekretaris Dewan H Syamsuddin, akhirnya memilih untuk belum membayarkan tunjangan perumahan itu selama tiga bulan sejak Februari-April, sambil menunggu munculnya kepastian hukum dari mendagri.

Wakil rakyat ini juga mulai terlihat 'sikap aslinya' ketika mereka berhadapan dengan persoalan yang terkait dengan kebutuhan mereka sebagai wakil rakyat. Termasuk pengadaan laptop (peranti canggih notebook) yang membuat terjadi tarik menarik antara yang pro dan kontra.

Sebagian memang mengaku sangat membutuhkan alat ini untuk meperlancar berbagai kegiatan mereka dalam pembahasan-pembahasan di DPRD. Sementara itu, sebagian mengaku tidak membutuhkan. Terlepas dari azas manfaat laptop itu, tetapi persoalannya berkembang karena diduga ada pelanggaran dalam proses penganggaran piranti elektronik ini. Sebagian wakil rakyat mengaku tidak tahu menahu mengapa tiba-tiba ada program pengadaan laptop. Padahal sebelumnya yang diagendakan adalah pesawat facsimile.

Syamsuddin Alimsyah, Koordinator Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi bahkan menduga sesungguhnya ada tarik menarik kepentingan dalam pengadaan laptop tersebut. "Karena ada sebagian yang terpaksa kehilangan proyek pengadaan barang, sementara sebagian mendapat proyek melalui tender pengadaan laptop ini,"jelasnya.

Tidak berhenti disitu. Berbagai permasalahan yang kemudian menuntut sikap mereka sebagai wakil rakyat yang pro masyarakat, masih juga belum memecahkan persoalan yang diharapkan terpecahkan. Salah satunya adalah masalah dugaan penyimpangan pendirian PT Celebes Aviation Service (CAS), perusahaan penerbangan dimana pemprov Sulsel menyertakan modalnya sebesar Rp15 Miliar lebih.

Meskipun aspirasi masyarakat muncul berkali-kali meminta penjelasan dalam waktu dekat, kasus itu kini hilang seperti tertiup angin, setelah anggota dewan mendesak pemprov lewat Sidang Paripurna APBD 2005, agar membahas masalah itu pada APBD perubahan 2005 nanti. Desakannya pun terasa hanya seperti memuaskan telinga masyarakat yang mendengar.

Padahal, menurut Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) yang mengungkap dugaan penyimpangkan PT CAS ini, kalau saja anggota dewan ngotot sangat mudah untuk membuka kasus ini hingga benar-benar terbukti. "Mereka bisa menggunakan hak interpelasi untuk menanyakan hal ini kepada gubernur Sulsel," ujar Syamsuddin Alimsyah bersama anggota KMAK lainnya ketika membeberkan temuan itu di DPRD Sulsel Februari lalu.

Tak urung Ketua Komisi E yang juga Ketua Fraksi PPP, Jalaluddin Rahman dan Yunus Ramba, Ketua Fraksi Gabungan saat itu sangat antusias dan menuntut dewan bersikap. "Ini akan jadi sikap politik kita,"tandas Yunus saat mendengar penjelasan KMAK di ruang kerja ketua DPRD Sulsel. Kenyataannya, niat baik KMAK untuk memverifikasi dugaan penyimpangan itu secara formal kandas dengan alasan anggota dewan sangat sibuk dengan berbagai kegiatan. Kasus ini pun tak jua kunjung terungkap. Bisa jadi terdiamnya kasus ini juga seperti pernyataan Yunus Ramba, sebagai sikap politik wakil rakyat. Wallahu alam.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=4592


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Legislasi Harus Kritis Terhadap Isu Gender

*Catatan dari Workshop Nasional Gender

Laporan: Anita Anggriany

PERNAHKAH semua perempuan di Sulsel mengamati bagaimana undang-undang yang berlaku di negara kita? Apakah prosesnya telah melibatkan perempuan yang notabene jumlahnya lebih besar dibandingkan kaum pria di negara ini? Kenyataannya legislasi itu masih banyak yang tidak sensitif gender. Tak heran, berbagai agenda yang terkait dengan isu-isu strategis perempuan seringkali terabaikan. Hal inilah yang terungkap dalam Workshop Nasional Gender 2007 "Perempuan Sebagai Warganegara: Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik" pekan lalu, di Makassar.

Andi Yuliani Paris, anggota DPR RI dari Fraksi PAN membeberkan kenyataan ini di hadapan 30 peserta perempuan yang terdiri dari anggota DPRD dan LSM perempuan dari berbagai perwakilan provinsi seperti Sultra, Kaltim, Medan, Gorontalo, Jawa Barat dan Depok. Selain itu unsur dari PKK Makassar dan sekitarnya juga turut hadir.

Menurut Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia ini, isu strategis yang sering dialami perempuan dan terabaikan ini di antaranya, hidup & perlindungan perempuan, keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambil keputusan, serta penghapusan tindak kekerasan yang saat ini kian marak.

Yuli mencontohkan UU No. 12/2003 tentang pemilu terkait dengan keterwakilan perempuan 30 persen. Kenyataannya dalam pelaksanaan ini tidak terealiasasi karena banyak parpol yang menempatkan perempuan di "nomor buntut" sehingga secara jumlah, tidak meningkatkan persentase perwakilan perempuan di parlemen.

"Jadi bisa dikatakan UU pemilu/2003 hanya memberikan kesempatan perempuan menjadi bakal calon," tandas Wakil Ketua Pansus RUU Penyelenggara Pemilu ini.

Untung saja, dari beberapa UU ada pula yang memberi dampak positif. Yuli menyebutkan di antaranya, RUU pemekaran (pembentukan daerah baru), yang diharapkan akan berimplikasi bagi peningkatan kualitas hidup kaum perempuan.

Anggota Pansus RUU RPJPN ini berharap perempuan segera perempuan lewat LSM dan DPRD bisa menyikapi setiap RUU yang dibuat pemerintah maupun yang menjadi usul inisiatif parlemen.

"Perempuan harus mampu mengkritisi berbagai produk perundang-undangan yang akan dan masih dalam proses atau yang telah menjadi undang-undang. Jangan sampai kecolongan, Undang-Undangnya sudah dikeluarkan, kita baru teriak-teriak," tandas legislator asal Sulsel itu.

Meskipun demikian, dia mengingatkan selain mengkritisi perempuan juga mesti tahu aturan main di lembaga legislatif, mulai dari perumusan, perancangan hingga menjadi sebuah perundang-undangan, tegasnya. Bagaimanapun berbagai produk legislasi, khususnya terkait dengan kepentingan perempuan, akan berpengaruh terhadap kehidupan kaum perempuan.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=35924


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Kisah Staf Honorarium di DPRD Sulsel

Ini Persoalan Kemanusiaan

Laporan: Anita Anggriany

"MENGAPA bisa?". Chairul Tallu Rahim dan Moh Roem, anggota dan Ketua Komisi B DPRD Sulsel,menampakkan raut wajah tak percaya kenyataan bahwa ada staf honorarium di DPRD Sulsel yang tak mendapat 'jatah makan' meskipun mereka bekerja seperti yang dilakukan PNS lain di setwan. Tapi Chairul tak menampik bahwa kenyataan ini memang bisa terjadi di DPRD Sulsel.

Tidak salah bila ekspresi Chairul dan Roem yang terkesan tidak percaya dan kecewa dengan kabar yang didengarnya tentang kisah staf honorer ini. Soalnya, sebagai anggota DPRD Sulsel yang sudah dua periode di gedung wakil rakyat ini, Chairul tentu tahu seluk beluk di dalam dan bagaimana seharusnya memperlakukan staf.

Di Komisinya, menurut Chairul, staf honorernya dipastikan tidak pernah mengeluh soal dana apalagi urusan tak dapat jatah makan. Sebab, kata Chairul, 12 anggota komisi setiap bulannya mengumpulkan dana untuk diserahkan kepada staf komisi yang masih honorer itu. Lagipula, kata Chairul, soal jatah makan dia yakin, bahwa setiap makanan yang datang dibeli dalam jumlah yang lebih. "Misalnya 50 plus satu," ujar Chairul. Satunya itu, tentu untuk jatah pembawa makanan.

Sebenarnya, bukan hanya di Komisi B yang melakukan hal ini, hampir di semua Komisi dan Fraksi melakukan cara serupa untuk menambah penghasilan para staf honorer di tempat mereka kerja.

Persoalannya memang bahwa untuk masalah makan para staf honorer ini tidak dianggarkan dalam anggaran setwan. Sementara untuk, para PNS mendapat jatah makan yang bisa diperoleh di kantin yang dikelola oleh Dharma Wanita unit Setwan.

Informasi yang diterima Fahruddin, anggota DPRD Sulsel dari Fraksi PPP, bahwa sebenarnya pernah dibuat anggaran untuk para honorer ini. Tetapi kemudian, ditolak di Komisi A yang membahas kebutuhan anggaran setwan.

Sayangnya, Ketua Komisi A, H Burhanuddin tidak berada di Makassar saat akan dikonfirmasi masalah ini. "Saya sangat menyayangkan bila ternyata benar Komisi A yang menganulir anggaran untuk staf honor ini,"kata Fahruddin, kemarin.

Tak kalah heran dengan kondisi ini adalah Zulkipli, anggota DPRD Sulsel dari Fraksi Gabungan. Dia tak menduga bahwa ada persoalan perlakukan sedikit tak adil bagi tenaga honorer ini. "Wah, kalau persoalan perut ini bukan masalah sederhana,"ujar wakil rakyat dari Partai Bulan Bintang itu. Dia bahkan berniat mencari tahu bagaimana kondisi seluruh staf honorer di DPRD Sulsel tersebut.

Yang jelas, Moh Roem, sendiri mengimbau sekretariat dewan untuk mengurangi anggaran yang dinilai berlebih untuk membagi 'kesejahteraan' dengan staf honorer di DPRD Sulsel. "Ya, kurangilah anggaran yang berlebihan untuk bisa dianggarkan pada pos staf ini," ujar Roem.

Terlepas dari persoalan ada atau tidaknya anggaran bagi staf honorer, tetapi Roem dan Chairul mengatakan bahwa masalah ini tidak lepas dari persoalan rasa kemanusiaan yang ada di hati setiap orang, termasuk di DPRD Sulsel dan Sekretariatnya. ***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=3910


Baca Berita Lengkapnya di Sini

Kelulusan 180 CPNS Dibatalkan

* Hari Ini, Bupati Pinrang Dilapor ke Polda, Menpan Siap Ganti Kepala BKD yang Kolusi

BULUKUMBA --- Pemkab Bulukumba menjadwalkan ulang pengumuman hasil seleksi CPNS untuk tenaga kontrak, Kamis, hari ini. Pengumuman ulang itu, tak lagi termuat di media, melainkan ditempel di kantor bupati dan disebar kembali ke setiap kecamatan. Menariknya, 180 peserta yang sudah diumumkan lulus beberapa waktu lalu, harus gigit jari. Karena, kelulusan mereka itu dinyatakan batal.

Rencana pengumuman ulang itu, disampaikan Bupati Bulukumba, AM Sukri A Sappewali, kepada Fajar, kemarin. Dikatakannya, keputusan tersebut diambil setelah dirinya menggelar rapat selama dua hari dengan pihak panitia penerimaan CPNS, DPRD, dan para kepala dinas/instansi dalam lingkup Pemkab Bulukumba.

"Setelah menggelar rapat, akhirnya kami putuskan untuk mengumumkan ulang hasil seleksi untuk tenaga kontrak, hari ini. Demi kejujuran, maka pengumuman kelulusan tenaga kontrak mengacu ke PP 48 tahun 2005, yang mengutamakan pengangkatan tenaga kontrak menjadi PNS mesti berdasar pada umur dan masa pengabdian. Makanya, kita ambil keputusan tersebut setelah meminta masukan dari pihak DPRD," jelas Sukri.

Setelah dilakukannya klarifikasi, hampir 50 persen atau sekitar 180 peserta kontrak yang telanjur diumumkan sudah lulus, mesti bersabar lantaran kelulusannya dibatalkan. "Jadi, yang dibatalkan kelulusannya, harus bersabar. Karena biar bagaimana pun, tenaga kontrak tetap akan habis sampai 2009. Peserta yang kita nyatakan lulus hari ini (kemarin, red) dalam rapat, telah mengacu pada PP (peraturan pemerintah). Sedangkan yang lulus berdasarkan skoring atau ranking, maka itu dibatalkan," tambah Sukri.

Disinggung tentang kemungkinan adanya aksi protes dari peserta kontrak yang sudah telanjur lulus yang kemudian dibatalkan, Sukri menilai, hal itu sudah menjadi risiko yang akan ditanggung pihaknya. Gejolak yang terjadi memang sulit dihindari.

"Saya mohon pengertian peserta kontrak yang batal lulus. Karena biar bagaimana pun tetap akan lulus nantinya. Saya harap, tetap legowo dan memberikan kesempatan kepada peserta yang sudah tua, dan sudah lama mengabdi," imbaunya.

Sukri menekankan bahwa tidak sampai 50 persen peserta yang dibatalkan kelulusannya. Hanya, beberapa orang saja yang tak diluluskan. Terutama di formasi guru yang paling banyak peserta lulus namun usianya masih muda.

"Tapi, yang sesuai umurnya tetap diluluskan. Untuk peserta umum yang bermasalah, dua orang karena skoringnya rendah. Maka diganti oleh peserta yang nilainya tinggi. Semua ini karena kesalahan cetak di komputer. Untuk tiga oknum panitia, saya minta polisi untuk usut dan lengkapi buktinya. Saya akan berikan tindakan tegas dan sanksi nonjob, lalu serahkan ke polisi," tegas Sukri.

Sementara itu, niat Munandar untuk menuntut Bupati Pinrang dan panitia CPNS sudah benar-benar bulat. Buktinya, Munandar telah memilih kuasa hukum atas gugatannya itu. Malah, hari ini, kuasa hukum Munandar akan melaporkan kasus manipulasi data atas dirinya ke Polda Sulsel.

Kuasa hukum yang dipercaya Munandar menangani kasusnya itu adalah Jamaluddin Rustam SH MH. Siang kemarin, ia sudah memberi kuasanya untuk mendampingi dalam kasusnya itu.

Sementara kuasa hukumnya, Jamaluddin Rustam mengatakan, atas kuasa yang diberikan kliennya, hari ini ia akan melapor ke Polda Sulsel. Ia berharap, kasus itu akan tertangani dengan baik, agar tidak ada lagi oknum yang mau bermain-main dengan penerimaan CPNS.

"Ini masalah besar. Masa pelamar yang memiliki nilai tertinggi justru tidak lulus. Sementara, yang peringkatnya hanya berada pada urut ketiga justru lulus," tandasnya.

Jamaluddin menilai, atas kejadian tersebut jelas ada manipulasi data. Apalagi, berdasarkan pengakuan kliennya, ia pernah didatangi oknum yang mengaku keluarga bupati untuk meminta uang.

"Saya akan lapor pidana. Sebab, ini terkait manipulasi data dari peringkat hasil pemeriksaan yang seharusnya menjadi indikator pertama penilaian bagi pelamar umum CPNS," katanya.

Jamaluddin mengatakan, kasus yang dialami kliennya berbeda dengan banyak masalah yang dihadapi honorer. Sebab honorer, lanjut dia, penilaian utamanya adalah usia dan masa kerja, baru kemudian peringkat. Itu berdasarkan PP 48/2005. Tapi untuk pelamar umum, jelas peringkat hasil tes.

Ironisnya, kata dia melanjutkan, Munandar termasuk salah satu alumni terbaik Fisipol Unhas yang berasal dari Pinrang. Idealnya, putra-putra terbaik seperti itu yang diakomodir masuk ke pemerintahan. Sebab, SDM-nya memang sudah bagus. Lucunya, karena justru terkesan dijegal. Hal ini, seharusnya tak bisa dibiarkan.

Sekretaris BKD Sulsel Halfin Gau yang dikonfirmasi perihal kejadian di Pinrang itu, juga mengaku kaget. Pasalnya, menurut dia, tindakan mengubah hasil peringkat itu dinilai sebagai tindakan yang sangat berani. Apalagi, dalam era keterbukaan seperti sekarang ini.

Sedangkan Kepala Bawasda Andi Muallim yang dikonfirmasi mengatakan, ia memang mendengar ada pengaduan dari Pinrang. Hanya saja, ia belum tahu pasti apa pengaduan yang masuk itu mengenai masalah yang dihadapi Munandar. Yang pasti, katanya, kalau ada pengaduan, Bawasda akan turun memeriksa.

Dari Jakarta, wartawan Fajar, Anita Anggriany melaporkan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI, Taufik Effendy menegaskan, akan menindak tegas Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang terbukti melakukan kolusi dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil di daerah. Bahkan, dia memastikan akan mengganti kepala BKD yang terbukti melanggar.

"Kalau terbukti (melakukan kolusi) kepala BKD akan diganti," tegas Menpan kepada anggota Komisi II DPR RI, dalam rapat kerja Komisi II dengan Menpan dan BKN di gedung DPR/MPR RI.

Pernyataan Effendy itu, menjawab pertanyaan yang diajukan Anggota Komisi II DPR RI, Andi Yuliani Paris soal dugaan kolusi yang terjadi dalam proses rekrutmen CPNS di salah satu daerah di Sulsel. Yuliani membeberkan, di salah satu daerah di Sulsel, ada kepala BKD yang meloloskan anaknya menjadi CPNS melalui jalur tenaga honorer. Bahkan, kata anggota Fraksi PAN dari daerah pemilihan Sulsel ini, si anak dibuatkan keterangan fiktif bahwa dia menjadi tenaga honorer di daerah tersebut.

"Padahal, secara fisik dia tidak pernah menjalani proses honorer di pemerintahan setempat," bebernya, kemarin.

Terkaiat dengan kasus itu, Effendy mengatakan, bukan hanya kepala BKD yang akan ditindak, tetapi sang anak atau keluarga yang masuk melalui proses kolusi juga akan ditindak. ?Soal anak kepala BKD, insya Allah kita berani. Kan bisa dibuktikan karena akan kelihatan pada saat dia diangkat. Kita akan tindak,? janji Effendy.

Effendy secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Yuliani atas masukan terhadap PP48/2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang banyak disalahtafsirkan pimpinan daerah. Menurut Yuli,--sapaan akrab Yuliani-- pemda tidak transparan terhadap hal ini. ?Seharusnya mereka (pemda) telah mempublikasikan nama-nama honorer yang bisa menjadi calon PNS melalui media tetapi ini tidak dilakukan,? tandas Yuli.

Dia juga mengoreksi pelaksanaan PP tersebut pada pasal 10 yang banyak disalahartikan pihak pemda. Menjawab masalah ini, Effendi mengatakan akan mendiskusikan sistem tersebut dan menerima masukan Yuli sebagai acuan pembuatan peraturan pada pelaksanaan rekrutmen tahun depan.

Memang, diakui Menpan dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional, Prapto Adi bahwa dalam rekrutmen CPNS ini ada beberapa kesalahan yang ditemukan di sejumlah daerah. Misalnya, menurut Sapto Adi, banyak tenaga honorer yang memenuhi kriteria PP48/2005, tetapi tidak dimasukkan sebagai tenaga honorer.

"Setelah dilakukan uji publik, ternyata banyak tenaga honorer di daerah diketahui memenuhi kriteria PP48/2005, tetapi tidak tercatat sebagai tenaga honorer," tandas Prapto Adi.

Setelah diberi tenggat waktu hingga 20 Maret 2006 untuk melakukan perbaikan susulan, ternyata jumlah tenaga honorer yang memenuhi syarat itu mencapai 835.014. Dan mereka yang memenuhi kriteria rekrutmen itu, antara lain; guru, tenaga penyuluh pertanian, tenaga kesehatan, dan tenaga teknis lainnya.

Menpan menambahkan, juga ditemukan dalam proses penjaringan CPNS itu ada 800 nama calon yang ganda, tetapi berada di instansi yang berbeda. Nama ganda itu diketahui setelah pemeriksaan data, termasuk dilihat dari tanggal kelahiran mereka. ?Nama yang ganda ini akan dianulir dan dibersihkan,? tandasnya.

Sumber: ram/har/nit [http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=18435]


Baca Berita Lengkapnya di Sini

FMSAP2: Sahkan UU APP!

* Ulama Sulsel Temui Wapres RI

MAKASSAR--Desakan agar Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (UU APP) segera disahkan, terus disuarakan. Buktinya, ratusan massa dari Forum Masyarakat Sulsel Anti
Pornografi dan Pornoaksi (FMSAP2) menggelar aksi demo, kemarin. Mereka mendesak pemerintah agar RUU APP itu disahkan menjadi UU. Selain mendesak RUU APP disahkan menjadi UU, massa juga menggalang tanda tangan sejuta umat. Caranya, massa yang didominasi kaum Hawa itu membentangkan kain spanduk putih. Panjang spanduk itu sekitar 4 meter. Nah, di kain itu, masyarakat yang mendukung membubuhkan tanda tangan.

Kain itu selanjutnya diarak. Para pendemo kemudian 'long march' menuju Tol Reformasi dan DPRD Sulsel. Sebanyak lima legislator Sulsel, juga ikut membubuhkan tanda tangannya sebagai wujud menolak pornoaksi dan pornografi. Wakil rakyat yang bertanda tangan; Amru Saher, Buhari Kahar Mudzakkar, Munawar Abdul Djabbar, Devi Santi Erawati, dan Syamsari.Buhari malah sempat berorasi di depan demonstran. Dalam orasinya, dia mengungkapkan bahwa DPRD Sulsel sedang menunggu realisasi UU APP. Menariknya, Buhari mengatakan, jika UU tersebut keluar dan ternyata tidak memadai, pihaknya berjanji akan membuat Perda tersendiri tentang pelarangan pornografi dan pornoaksi untuk diberlakukan di Sulsel.

"Jika sekiranya UU tersebut keluar dan ternyata banci, maka kami di DPRD Sulsel akan membuat Perda yang berlaku khusus di Sulsel," ujar Buhari yang disambut gembira oleh massa.

Buhari menambahkan, secara kelembagaan, DPRD Sulsel dalam posisi menunggu terbitnya produk UU APP yang saat ini sementara digodok di DPR-RI. "Kami sebenarnya belum ada langkah ke arah itu. Kita tunggu dulu sampai UU tersebut keluar. Jika sekiranya UU tersebut sudah lengkap, tidak perlu kita buatkan Perda lagi," jelasnya.

Sebelumnya, massa juga sempat menggelar orasi di Tol Reformasi. Aksi yang dipelopori Wanita Keadilan Sulsel itu, menggandeng delapan organisasi masyarakat lainnya, yakni; Muslimah
KPPSI, Salimah, KAMMI, HMI MPO, PII Wati, Lembaga Muslimah HTI, Wahdah Islamiyah, dan Gema Pembebasan.

Aksi diawali dengan pengumpulan massa di halaman Masjid Agung 45 yang dilanjutkan dengan 'long march' menuju Tol reformasi. Di depan Tol Reformasi, perwakilan elemen massa, sempat membagi-bagikan selebaran kepada para pengguna jalan yang melewati jalur tersebut.

Dalam orasinya, perwakilan elemen massa itu juga mengimbau kepada media, baik cetak maupun elektronik, untuk mendukung pengesahan RUU APP tersebut menjadi undang-undang.

Pada kesempatan itu, mereka juga mendesak kepada pemerintah Sulsel untuk segera mengesahkan
Peraturan Daerah (Perda) anti pornografi dan pornoaksi.
Setelah sekitar satu jam menggelar orasi di Tol Reformasi, merekakemudian menuju ke Gedung DPRD. Di Kantor Wakil Rakyat Sulsel tersebut, massa diterima oleh tim penerima aspirasi yang terdiri dari Abd Madjid Tahir, dan Chaidir Arif Kr Sijaya.

Di hadapan massa, Majid menjelaskan, pada dasarnya DPRD Sulsel akan segera membuat rancangan Perda yang isinya menolak pornografi dan pornoaksi. Rancangan tersebut, sesuai dengan apa yang telah dicapai pada pertemuan komisi E DPRD Sulsel, dengan berbagai elemen dan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu.

Temui Wapres
Dari Jakarta wartawan Fajar Anita Anggriany melaporkan, dukungan komponen masyarakat Sulsel terhadap RUU APP tidak main-main. Setelah Komisi E DPRD Sulsel yang datang ke DPR RI, kini sejumlah ulama dari berbagai organisasi di Sulsel dijadwalkan bertemu dengan Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla, di Istana wapres di Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa, hari ini.

Para ulama itu sudah bertolak dari Makassar menuju Jakarta sejak Senin, 12 Maret. Mereka adalah DR Arfah Sidiq dari MUI Sulsel, Prof AM Sewang dari FUI, Nunding Ram-KPPSI, KH Ahmad-IMMIM, KH Baharuddin dari Muhammadiyah, Prof A Rahim Y dari NU, Yamin Amna dari DDII, HA Sumange, mewakili Pemerintah Provinsi Sulsel dan Aswar Hasan dari KPID serta anggota Dewan Syuro KPPSI, H Sirajuddin.

Selain mereka, sejumlah tokoh Sulsel di Jakarta di antaranya, Prof Mansyur Ramli, Kepala Balitbang Depdiknas, Aziz Qahhar Mudzakkar, anggota DPD RI asal Sulsel Tamsil Linrung, akan ikut bergabung.

H Sirajuddin, anggota Dewan Syuro KPPSI mengatakan, kedatangan mereka adalah membawa misi untuk meminta pemerintah agar segera mengundangkan RUU Pornografi dan Pornoaksi. “Tujuan utama kami adalah agar pemerintah segera mengundangkan RUU Pornografi dan Pornoaksi itu,” ujar Sirajuddin kepada Fajar, kemarin.

Selain membawa desakan RUU APP, Sirajuddin juga mengatakan bahwa mereka ingin menyampaikan aspirasi sejumlah kalangan masyarakat kepada pemerintah pusat untuk memberi otonomi khusus kepada Sulsel yaitu memberlakukan Syariat Islam di Sulsel. Menurut Sirajuddin, permintaan untuk memberlakukan syariat Islam di Sulsel ini sudah sejak lama menyeruak. “Desakan Otsus ini muncul di Kongres Umat Islam yang diselenggarakan di Sulsel beberapa waktu lalu,” jelas Sirajuddin.

Sementara itu, Aziz Qahhar yang ikut mengantar para ulama ini mengatakan, mereka akan bertemu dengan wapres untuk menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut. Meskipun diakuinya. masih banyak hal dalam RUU?APP yang multitafsir dan harus diubah, tetapi Aziz menilai hal ini bukan yang dipermasalahkan. Karena para ulama Sulsel ini mendorong lahirnya UU tersebut dilihat dari substansinya. "Soal sanksi dalam RUU itu masih bisa didiskusikan dan diubah," ujar Aziz.

Selain bertemu dengan wapres, mereka juga mengagendakan bertemu langsung dengan Pimpinan DPR RI dan DPD RI. Tentang agenda kedua itu, belum terjadwal.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=17823


Baca Berita Lengkapnya di Sini