Subscribe

RSS Feed (xml)

Your Comment


Visitors

Free Blog Counter

Powered By

Thanks to:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Supported By

Image Hosted by ImageShack.us

Community Of

Image Hosted by ImageShack.us

Wednesday, October 24, 2007

Ketika Masyarakat Lelah Pembodohan (2)

Membuka Korupsi Bukan karena Sakit Hati

Laporan Anita Anggriany

"KETIKA kita mengungkap kasus dugaan korupsi, harus dilandasi niat baik. Bukan karena iri hati atau dengki kepada pemerintah. Bukan pula karena persoalan tak pernah mendapat jatah proyek dari pemerintah."Hasyim Manggabarani, mantan bupati Polmas, memulai pembahasannya dalam semiloka Pemberantasan dan Perlawanan terhadap Korupsi di Tana Toraja, 4-5 Maret 2005, dengan pernyataan mengedepankan niat baik dalam mengungkap kasus.

Bukan rahasia umum, banyak pihak yang ingin memanfaatkan pengungkapan dugaan korupsi pejabat pemerintah untuk membalas sakit hati karena kepentingannya tak terakomodasi. Sebagai mantan bupati Polmas yang juga pejabat negara, Hasyim melihat kemungkinan seperti ini bisa terjadi. Itu sebabnya dia mewanti-wanti kepada peserta semiloka yang membentuk koalisi untuk tidak memulai dengan niat yang jelek.

Tetapi, kata dia, masyarakat pun harus memulai melangkah untuk mengungkap kesalahan yang dilakukan pemerintah agar pembodohan dan kesengsaraan tidak berlangsung terus-menerus. Sebab ibarat kapal yang tengah berlayar, pelaku korupsi itu seperti awak yang membocorkan badan kapal, yang akibatnya membuat kapal tenggelam dan menyengsarakan seluruh penumpangnya.

"Kita harus memulai dengan satu langkah awal untuk membuat menjadi 10 langkah," tandasnya.

Terlepas dari UU Tindak Pidana Korupsi No.31/1999, yang menjamin hak masyarakat untuk melaporkan tindak pidana korupsi, masyarakat harus pro aktif untuk mengungkap kasus korupsi karena masyarakat harus menyelamatkan uang yang diambil pemerintah dari mereka.

Menurut Bastian Lubis, anggota Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK), 84 persen penerimaan pemerintah Indonesia berasal dari pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Pajak itulah yang setiap saat dipungut dari masyarakat sebagai pendapatan asli daerah.

Tentu saja, dana yang ditarik ini harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan anggota DPRD sebagai wakil rakyat di parlemen. Seharusnya, kata Winarso dari Patria Artha, legislatif inilah yang mengkritisi setiap penganggaran yang dilakukan pemerintah dengan berpikir rasional dalam setiap menelaah rancangan APBD yang diajukan pemerintah.

Sejalan dengan pernyataan Winarso, Syamsuddin Alimsyah dari Kopel mengatakan, masyarakat bisa menuntut wakilnya yang tidak memperhatikan atau berkolusi dengan pemerintah untuk korupsi.

Dia juga mengingatkan warga untuk tidak sekadar mau dibeli suaranya pada pemilu untuk memilih orang tersebut, meskipun dengan reputasi yang buruk.

Menurutnya, partai politik yang baik, akan selalu mengkritisi fraksinya yang ada di lembaga parlemen supaya berjalan lurus.

Dari sisi legal, Adnan Buyung Azis dan Irwan dari YLBH Makassar mengatakan, masyarakat harus berani mengungkap setiap kasus dugaan korupsi untuk ditangani aparat penegak hukum. Sebab, langkah masyarakat dilindungi hukum sepanjang setiap dugaan penyimpangan yang dilaporkan memenuhi seluruh unsur. Artinya masyarakat harus memiliki data yang akurat tentang penyimpangan sebelum membawa kasus tersebut ke kepolisian atau kejaksaan.

Elyas Joseph, dari LBHP2I mengingatkan masyarakat Toraja, agar memulai gerakan membersihkan daerah mereka dari kejahatan korupsi dengan langkah yang tepat.

"Jangan lagi selalu, mengatakan, ade.. ade alias katanya, katanya. Buktikan bahwa memang ada penyimpangan yang mereka lakukan," tandas Elyas.***

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=3686

No comments: